Jumat, 20 Mei 2016
Kumpulan Cerita Riddle Part 2
1 Jembatan
Di malam hari yang dingin, Refa terlihat sedang menunggu angkutan umum untuk pulang ke rumahnya. Hari ini dia pulang agak malam, karena di kampusnya banyak sekali tugas yang harus ia kerjakan. Tak lama kemudian, ia pun di datangi oleh sebuah bis berwarna biru muda yang berhenti tepat di depannya.
Tanpa menunggu lama, ia pun masuk ke dalam bis dan duduk di bangku paling depan. Suasana di dalam bis itu sangat hening dan sunyi walaupun di dalam bis itu tampai ramai di isi penumpang. Ia pun menengok kebelakang dan menemukan banyak orang yang melotot kepadanya. Ia terkejut dan langsung menghindari kontak mata dengan para penumpang itu.
Ia kemudian menengok ke arah sampingnya, disanalah tertidur seorang wanita tua yang berusia kurang lebih 60 tahunan yang tampak di raut wajahnya seperti wanita tua yang memiliki banyak pikiran.
Tanpa sengaja ia membangunkannya, dan ia pun terkejut.
"Hei kenapa kau melihatku seperti itu?" ucap wanita tua itu
"Maaf telah membangunkanmu nek!" ucap Refa
"Apa kau bilang? nek? kau pikir aku sudah tua?" ucapnya marah
"Iya iya masih muda kok!" jawab Refa terpaksa
Aneh pikirnya, mengapa nenek itu bergaya seperti gadis muda saja. Ia membawa tas ransel dan rambutnya dikuncir kuda.
"Aku ini masih kuliah! sama sepertimu!" jawab wanita tua itu
"Hmm ia kuliah di panti jompo mungkin!!!" ucapnya dalam hati
"Oh ya, kalau bis ini sampai di jembatan besar, tolong bangunkan aku ya!!!" pinta wanita tua itu
"Oh iya siap!!!" ujar Refa
"Oke aku takut ketiduran, soalnya aku seperti melewati jembatan besar itu berulang-ulang!" jawab wanita tua itu
"Iya silahkan lanjutkan tidurmu!" jawab Refa
Refa tertawa kecil saat itu, wanita tua itu tampaknya sangat pikun. Bahkan ia tak ingat rumahnya sendiri.
Namun tiba-tiba ia melihat sebuah kartu nama tergeletak di bawah bangku.
Ia melihat kartu itu dan terkejut. Kartu nama itu adalah milik wanita tua itu. Namun, bukan itu yang mengejutkannya, melainkan data yang ada di kartu itu.
* Kartu Nama = KTP
jawaban
bus itu tak pernah sampai tujuan namun waktu tetap berjalan, terus di rute yang sama, terbukti dari nenek yang tidak menyadari waktu/penuaan dan masih mengira dirinya kuliah, juga dari si "aku" yang mungkin terkejut melihat tahun kelahiran atau pembuatan ktp nenek itu. dan berarti si aku juga terjebak selamanya dalam bus itu
2. Kotak Surat
Sudah berhari-hari Tia menunggu surat dari teman baiknya yang kini tinggal di Swiss. Namun berhari-hari juga surat darinya tak kunjung datang.
Pada pagi harinya, Tia kedatangan tukang pos dan ia pun memasukkan sebuah surat ke dalam kotak suratnya.
Dengan tak sabar Tia pun membuka kotak suratnya dan menemukan sebuah surat merah jambu didalamnya.
isi suratnya adalah,,,
"Hei Tia
Pekan depan aku akan pulang kampung nih. Sudah lama aku tidak bertemu denganmu. Oh ya apakah kau tinggal sendirian di rumahmu? kalau iya bolehkah aku menginap disana? oh ya kalau kau mau tahu keadaanku disini aku baik-baik saja, ya walaupun harus menghadapi musim salju yang dingin dan musim hujan yang hampir datang setiap hari tapi aku tetap senang berada di sini...
Tunggu kedatanganku ya...
Love
Your Friend"
jawaban
surat yang diterima si tia bukan dari teman baiknya. itu hanya surat dari orang lain yang mengaku sebagai teman baiknya, terbukti dengan isi suratnya . seharusnya dia tau keadaan rumah tia klo memang dia teman baiknya dan tidak perlu bertanya. Bicara soal swiss, emang di swiss cuma ada 2 musim? orang yang mengirim surat tidak tau apa" tentang swiss. tujuan dari si pengirim surat kalian tebak sendiri ya. hehehehe
3. Lima Pendaki
Namaku Arnold. Sekarang aku berada di Everest Mount, tersesat sudah lima jam tak menemukan jalan keluar untuk pulang dari pagi tadi. James, Noah, Peter, dan Boogie adalah temanku. Seharusnya kami bertujuh dengan dua pilot Heli kami yang tewas. Kami tak bisa apa, itu sebuah kecelakaan yang tak terduga.
Tentu saja kami tak membawa banyak air minum dan makanan, karena tujuan kami bukanlah mendaki di Everest Mount. Kami akan tour ke Australia untuk menghadiri pameran seniman Lukis se Dunia. Ya kami berlima adalah seniman lukis. Aku, James, dan Noah masih satu kota di New York. Peter tinggal di Los Angeles, dan Boogie tinggal di Washington.
Seharian kami berjalan rupanya Noah memiliki fisik yang sangat buruk. Dia tak sadarkan diri karena kelelahan dan akhirnya harus tewas. Sudah hampir gelap malam datang, kami mengikuti arah turun gunung agar bisa menemukan jalan pulang, namun selalu berakhir pada jurang. Everest Mount benar-benar menguji. Kami semua tentu tak punya pengalaman tentang mendaki dan hidup di alam terbuka.
"Bagaimana Ini, kita bawa saja jasad Noah untuk di pulangkan. Dia masih utuh kan, tidak seperti dua pilot kita." Ucap Boogie dengan keras. Anginnya sangat besar disini. Dingin dengan salju yang tebal.
"Ya kita bawa saja. Biar aku yang menggendongnya. Tolong ikatkan saja dia di punggungku." Ucap James menyetujui.
"Baiklah, kita lanjutkan jalan. Apa kalian masih sanggup?" Ucapku dengan nada keras. Aku sudah mulai kedinginan disini. Aku butuh tempat untuk meneduh. Mereka masih sanggup untuk melanjutkan perjalanan. Disini aku seperti komando mereka, karena setiap aba-aba selalu dariku, dan mereka selalu setuju.
Lalu kami pun melanjutkan perjalanan. Tak lama dari situ.
"Arnold, ada pondok disana." Tunjuk James padaku dengan nada bicara serak, dan berteriak.
"Baiklah, kita beristirahat disana. Apa kalian masih menyimpan banyak makanan."
"Aku masih ada sandwich bekal dari Ibuku." Jawab Peter.
"Aku punya gandum dan daging. Ini kurasa cukup sampai hari ini." Boogie menambahi.
"Lalu bagaimana dengan mu, Arnold?" Tanya James cemas padaku.
"Ya sukur lah. Aku takut kalian tak membawa makanan, karena aku hanya membawa dua roti. Kau ada makanan, James." Aku berbalik mencemaskannya. Yang ku lihat disini, James yang paling kuat di antara kami. Dia baik, jiwa sosial yang dimilikinya luar biasa.
"Kalian tak perlu khawatir padaku. Ayo kita beristirahat di pondok kayu itu dulu." Dengan senyum santainya dia berjalan sambil menggendong jasad Noah. Seolah meyakinkan kami bertiga kalau dia memang baik-baik saja.
Sesampainya kami dalam pondok kayu itu. James menidurkan Noah. Ini tak besar, bentuknya persegi empat. Kami berempat melihat atap-atap pondok ini. Ada satu kaca untuk pencahayaan di tengah atap pondok ini. Di dalamnya kosong tak ada apapun. Aku tak paham ini tempat apa, yang aku bingungkan, mengapa ini bisa kokoh di puncak Everest. Gelap sudah datang, cahaya sudah tak terlihat disini. Kita semua mana ada yang bawa lampu senter, handphone kami berjodoh, karena bisa sama hilang saat jatuh dari Helicopter.
"Kita semua jangan ada yang tidur. Yang aku takutkan ada yang hilang di antara kita lagi. Atau mungkin akan ada yang memisahkan kita" Tegurku pada teman-temanku. Aku sedikit khawatir dengan keadaan gelap seperti ini.
"Hahaha... Kau terlalu sering menonton film horror, Arnold. Tapi, aku setuju pendapatmu." Suara yang kudengar adalah Boogie. Disini gelap, jadi kami semua tak dapat melihat.
"Kita akan tertidur jika kita hanya berdiam disini saja." Suara James terdengar mengeluh dan santai.
"Aku tak mau melanjutkan perjalanan sekarang. Dingin, dan lagipun ini sudah malam." Suara yang ku dengar, Peter. Dia ragu akan keputusan dari James. Ya akupun begitu.
"Aku tak menyarankan untuk kita melanjutkan perjalanan kok." James dengan nada lembut, sepertinya sambil senyum. Aku bisa bayangkan orang itu, sifatnya ramah. "Kita bisa melakukan permainan." Lanjutnya.
"Permainan apa itu, James?" aku yang mulai penasaran. Lalu sepertinya James berdiri, dan berjalan. "Apa kau pergi, James." Lanjutku.
"Coba kalian berdiri di sudut-sudut pondok ini. Nanti aku akan berlari ke sudut yang kalian tempati, lalu kalian berlari kesudut yang lainnya tempati saat aku tepuk bahu kalian. Berlari hanya satu arah sudut saja ya,Paham kan."
Lalu kami semua melakukan permainan itu. Ini cukup membuat kami berkeringat dan tak tidur semalaman. James berlari ke sudut yang Peter tempati, lalu menepuk bahunya, dan Peter sepertinya berlari ke sudut yang Boogie tempati, lalu Boogie berlari ke arahku, dan akupun berlari. Begitu seterusnya hingga benar-benar tak terasa matahari sudah terbit. Kami melakukan permainan itu seperti anak kecil dengan tawa.
Lalu kami duduk di sudut masing-masing masih sambil tertawa dan tertawa. Matahari pun mulai menyinari pondok kayu. Dan kami mulai melanjutkan perjalanan lagi. Tapi aku masih tebayang dengan permainan yang kami lakukan semalam di dalam pondok itu. Apa mungkin..
"Arnold, apa kau berfikir sama dengan ku?" Tanya James padaku yang melihat aku seperti kebingungan.
"Permainan di malam tadi.." Aku berucap pelan menatap wajah James.
"Ah. Sial, benar-benar tak masuk akal."
"Ya.. Itu menakutkan, sekarang ayo kita segera pulang. Kita sudah tau Everset Mount, dan ini pengalaman kita pertama. Aku pun berfikiran sama seperti kalian." Boogie membalas percakapan aku dan James. Dia pun memikirkan hal yang sama.
"Kalian kenapa..?" hanya Peter sepertinya yang tidak memahaminya. Dia sekarang yang menggendong Noah.
jawaban.
fokus hanya di permainannya saja ya. inget di ruangan itu ada 4 sudut kan. dan permainan di mulai saat james berlari dari salah satu sudut ke sudut selanjutnya untuk menepuk bahu peter dan menempati sudut si peter. lalu peter berlari ke tempat si boogie dan menepuk pundaknya. setelah itu boogie berlari kearah si aku dan menepuk pundak si aku. dan si aku berlari ke sudut tempat si james berdiri sebelumnya. tapi kan si james udah berlari ke sudut si peter. seharusnya permainan itu tidak bisa di lanjutkan sampai pagi hanya dengan 4 orang saja. jadi yang sebenarnya terjadi adalah mayat si noah ikutan maen dan hanya peter yang ga sadar.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar