Kamis, 26 Mei 2016

The Death Rules






Aku adalah sesuatu yang nyata, aku menghabiskan banyak waktuku untuk menyendiri, mengurung diri dalam kamarku, kadang aku hanya berdiam diri dan menunggu, uniknya aku juga melakukan hal lain seperti mendengarkan, aku menyukai kebaikan dan keburukan, sesuatu yang bersifat filosofis, seperti pengenalan pada individualis dan sifat melankolis, kau tahu apa yang unik dari sifatku. Aku mampu membaca,
mendengarkan atau melihat, sejujurnya aku mampu membaca dan memastikan sesuatu yang visualisasinya mampu ku cerna dengan cermat. Intinya, aku bisa membedakan semuanya namun masih dalam konsistensitasku.. ku pikir itu unik, atau mungkin mengerikan karena aku memiliki ke pekaan pada inderaku.

Ada hal-hal yang tidak ku mengerti atau lebih tepatnya aku pelajari. Sesuatu yang mengganjal ketika aku pertama kali memikirkanya.. sesuatu yang rumit dan tidak akan bisa di jawab oleh siapapun bahkan diriku. Suatu pertanyaan tentang “ siapa dan kenapa manusia itu di lahirkan?”

Aku mulai banyak memikirkan, merenung, menyendiri, setiap detail ku perhatikan, mulai membaca takdir klasik karya maestro sang pencipta—masa lalu atau masa depan, mendengarkan music yang memainkan takdir atau semacamnya, namun hingga saat ini, aku hanya bisa menyentuh intisari dari pertanyaanku sendiri, seperti membalikkan tangan tuhan.. karena aku hanya bisa mencapai titik frustasiku.

Bukankah ini juga menganggu. Untuk seseorang yang menyadarinya, tentu ini menganggu.. dimana posisi manusia berada??

Kenapa Iblis begitu jahat, menipu dan sangat buruk.. sedangkan kenapa malaikat begitu adidaya, terhormat dan menyenangkan. Bukankah ada malaikat yang mencabut nyawa? Apakah dia jahat, ataukah dia adalah kebaikan karena mengikuti sang maha kuasa.

Semua yang aku katakan—sebenarnya memiliki alasan kuat. Sebuah pertanyaan entetitas, tentang manusia dan hukuman.

Ku tutup semuanya dan aku mulai melakukan pekerjaanku. Ku dengarkan isakan tangis itu, “dia menangis?’ batinku, “kenapa dia menangis?”

Suara itu meraung, mengatakan “tolong-“ “lepaskan” dan “ampuni aku”. Suaranya begitu dingin, putus asa dan menyayat hati, namun entah kenapa itu membuatku bingung.

Ku buka pintu besi itu perlahan. Aku melihatnya tak berdaya, menunggu hingga sang maut sebenarnya tiba, namun ini lah yang harus aku lakukan karena ini adalah pekerjaanku yang sebenarnya, mendampinginya. ku amati Setiap detail ekspresinya, gerakan tubuhnya, dan desah nafasnya yang terisak. Begitu putus asa. Untuk beberapa detik, ku biarkan emosiku mengalir, manusia dan sifat melankolisnya. Aku mulai menyentuhnya, ku usap lembut rambutnya, dan dia mulai merinding, menatapku penuh iba dan air mata.. tangisanya begitu tulus, dan aku tergugah untuk memaafkanya. Tanganku mulai menyusuri wajah mungilnya, begitu muda dan tak berdosa, seorang di bawah umur yang menderita. Tanganku terus bergerak membelainya, hingga aku bisa merasakan tenggorokanya yang gemetar, tubuhnya begitu hangat namun ketakutanya terlihat jelas.

Tiba—tiba aku menegang, tanpa ku kira rasa ibaku sudah lenyap, menjadi sebuah kebencian yang menyeruak, tanganku begitu gemetar saat mencengkram tenggorokanya, dia menampilkan ekspresi memohonya, namun rasa iba ku seperti lenyap, hilang dan memudar. Ku tatap mata hitam putus asa itu, merasakan nafasnya yang kian melemah saat aku terus mencengkram lehernya, ku kendurkan cengkramanku, dan mulai menelanjangi tubuhnya.

Dengan lembut, aku mulai menenggelamkan pisauku di perutnya, merobek kasar dan terus mengukirnya hingga organ intimnya. anak lelaki yang malang, namun pantas mendapatkanya. Dia menatapku, tangisanya masih bisa ku dengar saat pisauku mulai membuka sobekan itu..

Darah mengaliri tanganku.. dan ketika ku akhiri dengan menarik lepas tangan dan pisauku. Aku menatap ekspresinya. Sesungguhnya, aku sangat menyesal melakukan tindakan keji seperti ini, namun ini aku.. dan akan selalu begitu.
Pertanyaanku belum terjawab hingga saat ini.

Kau pikir aku jahat?
Kau pasti berpikir aku sinting?

Atau kau berpikir aku si gila, mengerikan dan tidak tahu apa itu kemanusiaan?

Sekarang dengarkan versi’ku. Anak muda lelaki ini, baru saja mengakhiri nyawa seorang gadis, memperkosanya dan membunuhnya dengan keji. Menusukkan sesuatu yang tidak pantas pada organ gadis malang itu hingga dia meninggal. Aku ingin kau memikirkan apa yang di pikirkan oleh mereka, ketika gadis itu meraung saat bagian intimnya di hancurkan --. Lalu apakah yang aku lakukan ini salah.

Tentu saja salah. Karena aku adalah Karma.

Tuhan menciptkan manusia dengan cara yang indah dan sempurna. Manusia bukan iblis bukan juga malaikat. Manusia ada di antaranya, saat kau melakukan kejahatan mengerikan maka apa bedanya kau dengan iblis, namun ada kalanya sisi lain dirimu melakukan kebaikan yang tidak pernah kau kira dan ku rasa semuanya akan setuju bila kau lebih mulia dari malaikat.

Aku ingin kalian mengingat satu kalimat yang indah dan tidak akan pernah kalian lupakan.

“Aku bermain dengan cara yang adil, dan aku tahu bagaimana cara memainkanya”

Ketika kau mengakhiri nyawa seseorang dengan cara yang tidak pantas, maka aku akan disana, memberitahumu.. apa itu keadilan yang kita mainkan.

Karena Karma selalu ada, berdiri di sampingmu dan menunggu balasan atas perbuatanmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar