Selasa, 13 Desember 2016

Aku Benci Jika Kakakku Charlie Harus Pergi

Aku benci jika kakakku Charlie harus pergi. Orang tuaku berusaha menjelaskan kepadaku bahwa ia sedang sakit. Bahwa aku beruntung memiliki otak yang normal, dimana aku selalu sadar apa yang kulakukan. Ketika aku mengeluh tentang betapa bosannya aku tanpa kakak yang bisa kuajak bermain, mereka berusaha menjelaskan bahwa mungkin rasa jenuh yang dirasakan oleh kakakku jauh lebih besar ketimbang yang kurasakan, mengingat tempat dimana ia berada sekarang adalah ruangan sepi yang gelap di rumah sakit jiwa.

Aku selalu meminta kepada mereka untuk memberi kakakku kesempatan kedua. Tentu saja, mereka awalnya mendengarkanku. Charlie kembali beberapa kali ke rumah, namun semakin lama, waktu berkunjungnya semakin pendek. Setiap saat ia pulang, hal mengerikan selalu terjadi. Kucing tetangga dengan mata yang dicungkil tiba-tiba ditemukan di dalam kotak mainanku. Pisau cukur ayahku ditemukan di taman di seberang jalan, berlumuran darah. Pil-pil vitamin ibuku tiba-tiba digantikan dengan kapur barus. Orang tuaku mulai ragu-ragu apakah mereka akan terus memberi kakakku kesempatan kedua. Mereka melihat bahwa kelainan yang dideritanya juga disertai dengan sikap yang tenang, sehingga ia berhasil meyakinkan dokter dengan berpura-pura normal. Mereka berkata mungkin lebih baik aku terus merasa bosan demi keselamatanku sendiri.

Aku benci ketika kakakku Charlie harus pergi. Aku harus berpura-pura baik hingga ia kembali lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar