Sabtu, 01 Oktober 2016

A Perfect Pair

Aku sangat lelah dengan semua ini. Kau datang dan pergi seenaknya. Terkadang kau benar-benar mengabaikanku, dan terkadang kau hanya memandangiku untuk waktu yang lama.

Kau belajar dariku, seakan-akan aku adalah orang yang akan memberikanmu jawaban; akulah satu-satunya yang akan menyelamatkanmu.

Namun, aku pikir aku bisa.

Aku ingin membawamu ke dunia tempatku berada dan membuatmu berada jauh dari semua hal yang bisa menyakitimu.

Aku tidak dapat menghitung berapa kali aku melihatmu sedang menangis. Sayangnya, aku tidak bisa membantu kecuali melakukan hal yang sama.

Ketika kau tersenyum, maka aku harus ikut tersenyum. Tak seorangpun yang dapat memberi tahu kepadamu apa yang kulakukan, dan tak seorangpun yang bisa melihat apa yang kulihat.

Siapa lagi yang bisa melihatmu sedang muntah, dan tetap ingin berada di sisimu? Kau bahkan memencet jerawat ketika aku ada di sekitarmu. Bukankah itu merupakan suatu gejala keintiman, loyalitas sejati dan persahabatan yang murni?

Sebelum kau pergi pagi ini, kau menghabiskan banyak waktu untuk melihat ke dalam mataku, tanpa berkata apapun. Matamu… mereka mengatakan kepadaku segala sesuatu yang seharusnya aku dengar.

Kau pun merasakan hal yang sama, aku tahu itu. Kau mengagumiku sama seperti aku mengagumimu, di atas batas antara godaan. Matamu tidak pernah berbohong, karena jiwa kita itu sama—pada dasarnya kita adalah kembar, ditakdirkan untuk hidup bersama, dalam suatu keadaan yang lepas dari kenyataan pahit.

Aku dapat membawamu ke sana. Bahkan, aku sudah memutuskan bahwa malam ini adalah malamnya. Malam ini adalah malam di mana aku akan datang untuk membebaskan kita. Aku sudah menunggu akan hal ini untuk waktu yang cukup lama.

Malam ini, saat kau sudah tertidur, aku akan ke luar dari dalam cermin dan membawamu kembali. Kembali ke dalam keindahan milikku, yang sudah lama terlupakan olehmu….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar