Aku
sangat lelah dengan semua ini. Kau datang dan pergi seenaknya.
Terkadang kau benar-benar mengabaikanku, dan terkadang kau hanya
memandangiku untuk waktu yang lama.
Kau belajar dariku, seakan-akan aku adalah orang yang akan memberikanmu jawaban; akulah satu-satunya yang akan menyelamatkanmu.
Namun, aku pikir aku bisa.
Aku ingin membawamu ke dunia tempatku berada dan membuatmu berada jauh dari semua hal yang bisa menyakitimu.
Aku tidak dapat menghitung berapa kali aku melihatmu sedang menangis.
Sayangnya, aku tidak bisa membantu kecuali melakukan hal yang sama.
Ketika kau tersenyum, maka aku harus ikut tersenyum. Tak seorangpun
yang dapat memberi tahu kepadamu apa yang kulakukan, dan tak seorangpun
yang bisa melihat apa yang kulihat.
Siapa lagi yang bisa
melihatmu sedang muntah, dan tetap ingin berada di sisimu? Kau bahkan
memencet jerawat ketika aku ada di sekitarmu. Bukankah itu merupakan
suatu gejala keintiman, loyalitas sejati dan persahabatan yang murni?
Sebelum kau pergi pagi ini, kau menghabiskan banyak waktu untuk melihat
ke dalam mataku, tanpa berkata apapun. Matamu… mereka mengatakan
kepadaku segala sesuatu yang seharusnya aku dengar.
Kau pun
merasakan hal yang sama, aku tahu itu. Kau mengagumiku sama seperti aku
mengagumimu, di atas batas antara godaan. Matamu tidak pernah berbohong,
karena jiwa kita itu sama—pada dasarnya kita adalah kembar, ditakdirkan
untuk hidup bersama, dalam suatu keadaan yang lepas dari kenyataan
pahit.
Aku dapat membawamu ke sana. Bahkan, aku sudah
memutuskan bahwa malam ini adalah malamnya. Malam ini adalah malam di
mana aku akan datang untuk membebaskan kita. Aku sudah menunggu akan hal
ini untuk waktu yang cukup lama.
Malam ini, saat kau sudah
tertidur, aku akan ke luar dari dalam cermin dan membawamu kembali.
Kembali ke dalam keindahan milikku, yang sudah lama terlupakan olehmu….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar