Minggu, 02 Oktober 2016
ME…ROR
"Seorang gadis muda berinisial C telah menghilang selama tiga hari. Diduga ia juga menjadi salah satu korban dari psikopat yang sampai kini masih menjadi buronan. Psikopat tersebut telah membunuh dan memutilasi 13 korbannya lalu meninggalkan potongan tubuh mereka dikantin-kantin sekolah korban setelah sebelumnya merendam potongan-potongan tubuh tersebut dalam formalin. Seorang pemuda yang mengaku kekasih dari salah satu korban kini dirawat akibat diduga menderita gangguan jiwa.."
"Bodoh..."
Layar TV itu kini menjadi gelap. Aku menarik lututku mendekat ke tubuhku. Sudah tiga minggu berita yang sama menghiasi semua saluran TV.
"Dasar bodoh.."
Keheningan terasa begitu mencekam. Aku beranjak meninggalkan sofa empukku dan menapaki kamar mandi kecilku. Kutatap bayanganku dicermin. Hembusan nafasku mengaburkan bayanganku, menutupinya dengan uap.
Semua gadis yang menjadi korban adalah gadis-gadis yang terkenal kecantikannya. Gadis-gadis pujaan. Tapi Doni... pemuda itu… menjadi gila hanya karena seorang gadis yang menjadi korban? Tidak masuk akal. Apa cinta memang segila itu?
Aku membasuh wajahku dan menyingkirkan embun yang menutupi cermin dihadapanku. Kini aku dapat melihat bayanganku dengan jelas.
Gadis-gadis cantik.
Ya, korbannya adalah gadis-gadis yang berparas rupawan. Kutatap wajahku dicermin. Apa mungkin aku adalah korban selanjutnya?
PRANG!
"Hei!"
Seketika lamunanku buyar. Jantungku berdegup kencang. Apa itu? Ah... tidak ada alat apapun dikamar mandi ini yang bisa kugunakan untuk membela diri. Baiklah, aku harus berani.
Dengan berat kulangkahkan kaki menuju dapur. Sepertinya suara tadi berasal dari sana. "Siapa itu?"
Tak ada jawaban. Aku merasa tegang. Mengendap-endap adalah langkah yang baik. Aku sampai didapur dan tak ada siapapun disana. Huh, ada apa sebenarnya?!
Kemudian, Meoly, kucingku, keluar dari bawah meja dan menggeliat manja di kakiku.
"Kau rupanya!" dengusku kesal. "Apa lagi yang kau lakukan?"
Aku beranjak mengitari meja untuk memeriksanya. Meoly mengikutiku seolah tanpa salah.
"Kau menjatuhkan ini!" Dengan kesal aku memungut toples yang terjatuh dan membereskannya. "Sudah kubilang kau harus sabar menunggu…"
Tak sengaja aku menatap bayanganku di cermin yang sengaja kuletakkan di dapur. Akupun salah satu gadis populer. Seketika aku bergidik. Rasanya ada yang salah. Ya, aku adalah seorang gadis yang populer. Aku mulai merasa tak nyaman.
Sepertinya cinta memang membuat orang gila. Aku menatap ngeri ke tangan kananku yang hendak memasukkan kembali bola mata itu ke dalam toples.
Bola mata Nicole, gadis yang telah merebut Doni dariku!
Aku mengatupkan jemari tanganku meremas bola mata itu hingga pecah. Cairannya membuat tanganku terasa lengket. Aku menjilat telunjukku yang basah dan lengket. Rasanya sungguh menjijikkan.
Aku menatap cermin dihadapanku. Bayanganku kini tersenyum beringas memamerkan taring-taringnya yang tersembunyi.
Ia memujiku. Ia terus memuji kecantikanku.
"DIAM!!!"
Aku melihat kedua tanganku, tubuhku. Aku menyentuh wajahku. Jika aku sudah cukup cantik, kenapa mereka masih berpaling kepada yang lain? Kenapa Doni masih tidak ingin melihatku? Aku tak peduli bahkan jika itu ibunya... aku ingin dia hanya melihatku!
Aku meraih pisau yang tergeletak di atas meja. Benda itu masih berkilau seperti saat aku memakainya untuk menguliti wajah gadis-gadis cantik itu. Tak ada yang boleh menyaingiku! Tak seorangpun! Hanya aku!
"Benar kan?"
Aku menyentuh cermin itu.. Bayanganku tersenyum gembira.
Ia setuju.
Ia sangat setuju.
Tapi aku sudah muak… aku muak... aku tidak puas...
Aku sudah mencungkil bola mata mereka yang mereka puja-puja itu… aku sudah mengoyak bibir dan lidah mereka dengan garpu kesayanganku.. Aku memecahkan hidung mereka. Tapi aku belum puas.
Aku belum puas…
Aku kembali menatap cermin, ada rasa khawatir yang kurasakan di sana. Bayanganku terlihat cemas saat aku mengangkat pisau itu dan mendekatkannya ketubuhku.
Ia gelisah.
Hahaha. Ia benar-benar gelisah.
Aku melihat warna yang sama merembes dari bajuku seperti saat usus-usus itu kugenggam dalam tanganku. Hei, hei, ini menyenangkan. Bayanganku mulai menggedor-gedor cermin itu, membuatnya bergoyang dengan gerakan paniknya itu.
Aku tertawa. Aku menusuk pisau itu lebih dalam. Menariknya hingga aku dapat merasakan darah itu membanjiri lantai dapurku. Melalui lubang itu kumasukkan tanganku kedalam dan menarik tali-tali berongga itu keluar.
"Oohh... seperti inilah ususku..."
Hahaha, ini menyenangkan! Jika guruku tahu, mungkin ia akan memberiku nilai A untuk biologi.
"Aahh!!"
Ini terasa sakit. Aku menatap lagi bayanganku di cermin, ia masih menggedor-gedor juga. Tapi kini ia terlihat sangat jelek dengan usus menggantung seperti itu. Kuarahkan pisau itu kemataku. Kutusuk lalu kuputar perlahan hingga cairannya kurasakan menetes dan membasahi bibirku. Kulakukan hal yang sama dengan mataku yang lainnya. Langkah terakhir. Kumasukkan tanganku melalui celah yang sudah terbentuk di perutku. Tanganku menembus suatu penghalang dan kurasakan tanganku menyentuh benda yang berdenyut itu.
Hei, kupikir ini lah jantungku, sayang aku tak bisa melihatnya lagi. Kugenggam dan kutarik benda itu keluar bersamaan dengan kurasakan pecahan-pecahan cermin menerpa tubuhku.
Sekarang, aku puas...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar