Rabu, 28 September 2016

NoEnd House 2 – Maggie part 2

Dengungan itu sekarang sudah pergi, mudah-mudahan tidak kembali lagi. Tidak ada suara lain yang aku temui di gua itu, hanya ada suara angin yang masuk, itupun hanya sedikit. Gua ini tampaknya sangat panjang, dan aku merasa berjalan selama beberapa jam, sampai aku melihat sebuah cahaya biru yang terlihat samar-samar . Aku berjalan ke arah cahaya itu dengan berhati-hati. Cahaya berarti ujung dari terowongan. Aku mulai berjalan sedikit lebih cepat, aku selalu benci dengan ruangan-ruangan yang sempit seperti gua-gua atau terowongan. Pintu keluar dari gua ini tinggal beberapa saat, hanya tinggal beberapa kaki, dan sebelum aku mengetahui itu, aku berpikir ini adalah akhir dari semua ini. Dan saat itulah aku berada disana. Akhir dari semua ini. Di pintu keluar gua, aku hanya melihat jurang, ini adalah jalan buntu, dan tidak ada jalan lain untuk pergi. Aku melihat kembali ke dalam gua di belakangku. Aku tahu tidak ada yang berubah, ini adalah terowongan lurus. Aku berbalik dan melihat ke bawah ke tepian jurang. Apa yang kulihat mengubah perutku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Apa yang kulihat adalah laut, hamparan air membentang, tidak ada apapun yang terlihat kecuali air. Ketinggian jurang ini pasti sekitar seratus meter, dan dibawahnya aku lihat formasi batu kecil di bagian bawahnya. Setelah beberapa detik memperhatikan bebatuan itu, perutku terasa lebih buruk daripada apa yang kubayangkan, dan keringat dingin mengucur deras dari tubuhku. Batu-batu itu membentuk nomor. Batuan itu membentuk nomor '5 '.

Aku berdiri dan mundur dari tepian. Aku benci ketinggian. Aku dihentikan oleh dinding yang tidak seharusnya ada. Aku berbalik dan bertemu dengan pemandangan yang mengerikan. Gua yang tadi kulewati sekarang sudah lenyap. Aku sekarang berhadapan dengan dinding batu yang berdiri kokoh, sisi gunung apa ini?. Aku terus mengatakan pada diriku bahwa aku masih di dalam rumah NoEnd ini. Aku belum keluar dari rumah itu. Jelas ini bukan gunung yang sebenarnya. Tapi rasanya begitu nyata. Aku berbalik dan melihat ke jurang itu lagi. Tidak ada jalan. Rumah ini terlihat semakin kacau sebelum sekarang. Demi Tuhan aku sudah berada diluar. Namun, apa yang dikehendaki rumah ini sudah keterlaluan. Itu adalah pintu masuk ke kamar 5. Tidak ada tangga menuju untuk menuju ke bawah, tidak ada jalan untuk menuju ke bawah. Aku terjebak, lagi. Rumah ini ingin aku melompat. Rumah ini ingin aku melompat . Aku menenggelamkan diri ke tanah dan meringkuk seperti bola. Aku tidak bisa melakukannya. Bagaimana mungkin aku melompat dari jurang ini sementara dibawahnya ada formasi batu-batu runcing. Pikiranku terbelah dua. Aku tahu bahwa aku masih berada di dalam rumah ini, tapi lingkungan yang kulihat mengatakan yang sebaliknya. Aku tinggal di sana di tanah dari kayu untuk sementara waktu, pada saat itu aku telah kehilangan semua konsep waktu. Setelah terasa sudah seminggu, aku akhirnya berdiri.

Perlahan-lahan aku berjalan ke tepi tebing dan melihat ke bawah. Raksasa '5’ ini tampaknya mengejekku untuk melompat. Dia tau aku tidak bisa melakukannya dan dia mengejekku. Dan kemudian terdengar dengungan itu kembali , dengungannya terdengar rendah dan jauh. Sepertinya datang dari belakangku, beresonansi dari dalam gunung. Aku tidak tahu apa yang merasukiku, tapi setelah mendengar suara itu, sesuatu dalam diriku menyala. Aku menutup mataku, dan aku melompat.
Angin terasa sangat kencang saat aku jatuh, dan ketakutan mendalam melandaku. Aku akan mati. Aku akan hancur saat menyentuh batu-batuan itu dan mati. Batu-batuan itu akan merobek badanku dan kemudian aku mati. Aku tidak berani membuka mataku, aku hanya jatuh. walaupun angin yang kencang ini berhembus kencang menusuk tulangku, dengungan itu malah semakin berngiang-ngiang di telingaku, semakin keras, dan semakin keras, hingga aku hampir tuli karenanya. aku hanya ingin ini semua cepat berakhir. Aku hanya ingin menghantam batu itu dan aku hanya ingin ini berakhir...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar