Di hari minggu pagi, Lauren terbangun oleh suara ayahnya yang mengetuk pintu kamar tidurnya.
"oke, waktunya bangun, putri tidur," ayah Lauren berkata dengan senyuman cerah. "hari ini adalah hari tombol merah."
Lauren duduk dan mengusap matanya.
"hari tombol merah?" Lauren pikir. "apa itu hari tombol merah?,"
dengan bingung, Lauren bangun dari tempat tidurnya dan segera
berpakaian. dia menuju ke kamar mandi dan melihat pantulan bayangannya
di cermin. dia punya perasaan aneh bahwa akan terjadi sesuatu yang
tidaklah benar. tapi dirinya tidak menghiraukan pikirannya itu dan
segera menggosok giginya dan mengusap wajahnya.
ketika dia menuju
ke bawah, ibunya sedang berada di dapur, menyuci piring. ibunya
berpakaian rapi sekali hari ini, dia mengenakan baju paling bagus yang
ia miliki. di ruang makan, ayahnya sedang memakan sarapan. dia memakai
jas. adik Lauren sedang menyemir sepatunya dan menyisir rambutnya.
lauren duduk di meja dapur.
"yah, apakah aku mendengar tadi kau berbicara tentang hari tombol merah?" lauren bertanya dengan ragu ragu.
"tentu saja," jawab ayahnya. "apakah kau lupa?"
lauren merengut. ada sesuatu yang ganjil.
"apa yang kau bicarakan?" tanya lauren.
"kita harus segera pergi, kita tidak mau terlambat bukan?" sahut ayahnya.
"aku belum pernah mendengar apapun tentang hari tombol merah!" teriak lauren.
tidak ada yang menyahut, semuanya sibuk untuk bersiap-siap.
"huh.." keluh lauren.
saat itu juga, ibunya turun dari tangga dengan membawa blus lauren.
"ini adalah baju yang bagus," sahutnya. "pakailah, aku ingin kita terlihat baik di hari tombol merah kita."
"ma, dengarkan aku dulu. ada sesuatu yang tidak beres terjadi.."
"aku tahu," jawab ibunya. "kita terlambat dan kau belum memakai bajumu."
"bukan itu yang aku maksud, ma!" teriak Lauren. "aku tidak tahu apapun
dengan yang namanya hari tombol merah. apakah hanya aku disini yang
tidak tahu hari tombol merah?!"
ibunya memandangnya cukup lama, ketika dia berbicara, suaranya lirih.
"oke sayang," "aku tau kau kesal, tapi segeralah ganti pakaianmu, aku akan menemuimu di mobil 5 menit lagi, oke?."
hal yang lauren tau berikutnya, ia sudah ada di mobil. semuanya terjadi
begitu cepat, itu membuat dia tidak tenang, dia merasa terperangkap.
saat itu juga, mobil mereka berhenti di depan gedung pemerintah yang berwarna abu-abu.
"ya kita sudah sampai!" sahut ayahnya dengan gembira. mereka keluar
dari mobil dan masuk ke gedung. Lauren mengikuti keluarganya, masih
bingung kemana mereka akan pergi.
seorang resepsionis duduk di belakang meja yang besar. dia memandang keluarga krandall dan tersenyum ketika mereka mendekat.
"halo, kami disini untuk hari tombol merah kami." kata ayah lauren.
"nama, pak?"
"Krandall, dengan 4 orang keluarga saya, termasuk saya sendiri,"
"silakan lewat pintu itu pak, ikuti saja panah merah," sahut resepsionis.
mereka berjalan di lorong panjang yang temaram yang penuh dengan
ruangan kantor, sampai mereka tiba di sebuah ruangan putih besar.
terdapat 4 pilar kecil setinggi pinggang orang dewasa di tengah ruangan
dengan tombol merah disetiap atasnya.
dia ruangan sebelah, ada
sebuah meja yang dipoles apik. 3 orang pejabat pemerintah dengan jas
abu-abu duduk di belakangnya. lambang bendera negara terpampang di
sebuah banner yang melingkari ruangan itu. ruangannya hening dan steril.
lauren melihat keluarganya maju ke tiap pilar, menatap pejabat itu
dengan senyuman, meninggalkan sebuah pillar untuk lauren. dengan gemetar
Lauren maju ke pilar, dan melihat ada cekungan yang melingkari setiap
pilar dan menuju ke drainase. hal yang tidak ia lihat ketika mereka
datang ke ruangan itu. salah satu pejabat itu berbicara, suaranya
menggema di ruangan itu.
"anggota keluarga Krandall.." "kau telah
terpilih untuk kehormatan hari tombol merah. pemimpin kita
berterimakasih kepada kalian atas pengorbanan kalian, nama kalian
selanjutnya akan kami pajang di koridor panjang yang kalian lewati tadi
sebagai penghargaan."
"kami sangat bangga," sahut ayah lauren sambil menggenggam tangan di dadanya. "pujian kepada pemimpin,"
"pujian kepada pemimpin" jawab para pejabat.
ibu lauren mengangguk dan adiknya menangis penuh bangga.
pejabat itu melanjutkan ucapannya. "sekarang saatnya bagi kalian untuk
menekan tombol merah kalian, semoga Tuhan bersama kalian..."
ayah lauren menatap keluarganya satu persatu, dan tersenyum.
"aku yang akan melakukannya pertama, untuk menunjukkan betapa mudahnya hal ini.."
dia menekan tombol merah di pillarnya. saat lauren melihatnya, wajah
ayah lauren berubah menjadi merah. tetesan air berwarna merah marun
meluncur dari pipinya, dan pecah di lantai dibawahnya. lauren membeku
ketakutan, ketika melihat darah mulai mengucur deras dari mata, hidung,
telinga, dan mulut ayahnya. wajahnya mulai meleleh. dagingnya pun
terlepas dari tulangnya dan jatuh ke lantai. tiba-tiba, kepalanya
meledak dan tubuhnya yang tak bernyawa pun jatuh ke lantai.
Lauren menjerit. ibu dan adiknya menekan tombol merah bersamaan. mereka
mulai meleleh juga, sama seperti sang ayah, dari mulut, telinga, hidung,
dan mata mereka juga mengucurkan darah, dan akhirnya kepala mereka
meledak bersamaan dan seketika semuanya menjadi hening.
"nona Krandall?" panggil salah seorang pejabat. "ini saatnya untuk menekan tombol merah itu."
Lauren tidak bisa menjawab. dia berdiri, membeku, dan gemetar ketakutan, sambil menatap tombol merah di bawah telunjuknya.
"nona krandall, hari tombol merah merupakan kewajiban," salah seorang
pejabat itu berkata dengan nada monoton. "kau tidak punya pilihan.
populasi akhir-akhir ini sangat tidak terkontrol. dan beberapa keluarga
harus dimusnahkan. dan hari ini keluargamu lah yang terpilih, sama
seperti keluarga lain.. ini adalah kehormatan .. negara membutuhkanmu..
pemimpin membutuhkanmu.. sekarang, tekan tombol merah itu.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar