Kamis, 29 September 2016

Unit 731

Dulu aku selalu ingin menjadi semacam "pemburu Nazi." Aku sering menonton film-film macam "The Boys from Brazil," jadi itu lebih seperti cita-cita yang digabung dengan sedikit fantasi. Tapi ternyata tren perburuan Nazi itu sudah lewat; aku lahir sedikit terlambat rupanya. Tapi aku tetap meneliti tentang hal-hal seperti itu, sebagai hobi. "Operasi Paperclip" terutama membuatku tertarik. Banyak mantan ilmuwan Nazi direkrut oleh Amerika Serikat setelah perang berakhir dan diberi pengampunan penuh. Ini bukan rahasia lagi, dan malah banyak dari ilmuwan-ilmuwan itu yang cukup terkenal; Von Braun dan Heisenberg adalah dua contoh populer. Aku kemudian bertanya-tanya: jika para ilmuwan Jerman dibawa masuk ke Amerika, bagaimana dengan ilmuwan dari negara-negara poros lainnya? Apa tidak ada penelitian mereka yang dianggap bisa bermanfaat bagi Amerika?

Tidak ada apa-apa dari Italia, dan aku tidak kaget. Tetapi Jepang...Jepang rupanya sangat tertarik dalam perang biologis. Berbagai fasilitas militer dengan nama-nama yang tak mencurigakan seperti "Pusat Pencegahan Penyakit Kuda Perang" atau "Departemen Pencegahan Epidemi dan Pemurnian Air" didirikan di berbagai wilayah di Cina yang mereka duduki. Kedua fasilita ini adalah lokasi unit-unit yang dikenal sebagai Unit 731 dan Unit 100, yang dua-duanya terlibat dalam program-program mengerikan: eksperimen pada manusia, pengembangbiakan wabah, penggunaan senjata biologis pada orang sipil. Mereka punya banyak persedian subyek tes. Lagipula, orang-orang sipil di area-area di Cina yang mereka duduki dianggap tidak berharga. Tetapi aku tidak tertarik dengan perangnya. Aku lebih tertarik dengan apa yang terjadi setelahnya, jadi aku terus meneliti.

Setelah Perang Dingin selesai, banyak dokumen sisa perang mulai dianalisis. Kebanyakan tak berguna, tetapi ada beberapa hal menarik. Tidak ada rekaman atau dokumentasi apapun terkait Unit 731 dan Unit 100 selama Perang Dunia II. Aku tidak tahu apakah mereka dibawa pergi atau dihancurkan menjelang akhir perang. Shiro Ishii, Masaji Kitano dan Masami Kitaoka adalah 3 nama yang berhasil kuperoleh dari setiap sumber data yang berhasil kuperoleh, tapi data-data itu kebanyakan dari interogasi dan testimoni pasca perang. Jadi, apa yang terjadi pada mereka setelah perang usai?

Pertama-tama, semua anggota Unit 731 dan kebanyakan anggota Unit 100 diberi pengampunan penuh oleh para pihak yang bertanggungjawab untuk Operasi Paperclip. Yang paling mudah dilacak adalah Letnan Masami Kitaoka. Dia ditahan pada tahun 1956 setelah ketahuan memanfaatkan jabatannya di Institut Nasional Ilmu Kesehatan untuk dengan sengaja menginfeksi pasien dengan berbagai penyakit. Korban-korbannya kebanyakan adalah pasien penderita gangguan mental, karena testimoni mereka tidak meyakinkan. Ketika yang berwenang datang untuk menahannya pada tanggal 23 Maret 1956, laporan resmi menyatakan bahwa mereka mati karena "Sebab Alami." Penyebab "kematian alami" ini tidak diketahui, begitu juga dengan waktu kematian, namun semuanya terlalu mencurigakan untuk disebut kebetulan. Misalnya, tindakannya terlalu terorganisir, dan dilakukan dengan hati-hati, menunjukkan bahwa ini adalah perbuatan peneliti berpengalaman.

Informasi tentang Ishii dan Kitano lebih sulit dilacak daripada Kitaoka, dan tiap petunjuk yang ada hanya bisa diperoleh setelah penelitian panjang. Aku jadi agak...sedikit terobsesi, tapi itu memang menarik sekali.

Kitano dan Ishii diampuni dari kejahatan perang mereka, sebagai ganti data penelitian mereka. Setelah diberi pengarahan, mereka dilepas oleh CIA, lantas berpisah jalan. Kitano tetap di Jepang, tetapi Ishii pergi ke Amerika. Tidak ada catatan resmi tentang itu, dan dari sana, semuanya jadi sedikit...aneh. Kitano menghilang. Tidak ada laporan resmi atau apalah. Informasi terbaik yang bisa kutemukan adalah laporan simpang siur KGB bahwa "Letnan Jenderal Kitano kemungkinan berada di Jepang."

Laporan CIA jauh lebih lengkap. Apa yang berhasil kuperoleh memberitahu bahwa seorang "Dr. Ishii" menjadi "konsultan untuk penelitian di Fort Detrick," tahun 1947. Fort Detrick punya reputasi sebagai pusat eksperimen untuk penelitian biomedis. Jika ini bagian dari syarat pengampunannya, aku menduga CIA atau institusi lainnya sengaja menempatkannya di sana, tapi mungkin juga dia di sana karena keinginan sendiri. Aku lalu menggali rekaman medis lama dari Fort Detrick. Kebanyakan tidak berguna, tetapi aku berhasil mendapatkan rekaman informasi dari bangsal psikiatri. Dulu, dokter tidak tahu apa itu Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD), dan menganggapnya sebagai bentuk kegilaan. Itulah diagnosis untuk pasien bernama Prajurit Richards.

17 Februari 1947: "Subyek menggambarkan memori jelas, sering cemas. Demam ringan. Berkeras dia disiksa oleh orang Jepang. Mungkin salah satu episode kenangan buruknya, tetapi berdasarkan laporannya, Richards tercatat tidak pernah menjadi tawanan perang."

2 Maret 1947: "Kondisi Richards memburuk. Didiagnosis gila dan ditransfer ke ruang isolasi. Dia menyerang salah satu perawat pria, menyebut pria itu adalah penyiksanya karena si perawat kebetulan orang Jepang. Harus minta maaf pada perawat itu. Aku tidak mengenal perawat itu. Aneh, kupikir aku kenal semua orang."

5 Maret 1947: "Pukul 08.00. Richards meninggal. Gejala-gejala merujuk ke tifus, walaupun laporan subyek tidak menunjukkan gejala penyakit. Aku harus menemui perawat itu."

Laporan ini cocok sekali dengan profil Ishii; bereksperimen pada orang yang dianggap terlalu gila atau tidak stabil untuk bersaksi tentangnya. Sebuah catatan kecil dalam ulasan tentang para penjahat perang menyebut bahwa Ishii membuka sebuah klinik di Jepang, di mana dia melakukan pemeriksaan dan vaksinasi secara gratis (saat itu tahun 1948, jadi kemungkinan itu bukan Ishii, tapi Kitano, walau Ishii sepertinya juga sempat mengunjungi klinik itu). Akan tetapi, pemeriksaan dan vaksinasi gratis itu bukan tindakan amal; itu hanya strategi untuk mengundang pasien-pasien miskin dan menjadikan mereka subyek tes tanpa sepengetahuan mereka. Hal ini dikonfirmasi oleh beberapa laporan tentang kematian akibat penyakit yang sepertinya janggal--dalam beberapa kasus, kondisi itu datang secara tiba-tiba. Dalam kasus lainnya, jenis penyakit yang belum pernah terdengar sebelumnya mendadak menyebar dalam komunitas yang terisolasi.

Aku mulanya terus mencaritahu tentang Ishii lewat berbagai dokumen terkait proyek MKULTRA, tetapi setelah beberapa lama, aku sadar kalau aku sudah terlalu banyak terpengaruh berbagai rumor dan gosip. Akan tetapi, pencarianku tidak sepenuhnya sia-sia. Aku menemukan fotokopi sebuah artikel koran Jepang dari tahun 1961, yang mengaitkan Kitano dengan CIA. Artikel itu menggambarkan bagaimana seorang pria yang menyaru sebagai pejabat kesehatan mendatangi sebuah kantor pemerintahan kecil di Fukuoka, dan memberi pil "antibiotik" kepada 6 orang pegawai. Sulit mengetahui benar apa isinya, namun sepertinya isi pil-pil tersebut adalah toksin yang diekstrak dari bakteri Burkholderia mallei. Pil tersebut menyebabkan kejang-kejang dan keracunan darah yang berujung pada shock, membunuh 2 orang pegawai dan membuat 4 orang lainnya dirawat di rumah sakit. Uang sebesar $25,000 dicuri, dan laporan resminya menyebut perampokan. Zat yang digunakan itu membuatku yakin bahwa orang itu adalah Kitano. Karena aku tak bisa menemukan rincian lebih lanjut tentang kantor yang katanya dirampok itu, aku hanya bisa menduga-duga mengapa tindakan yang berisiko itu dilakukan dengan cara tersebut.

Untuk beberapa lama, keadaan agak tenang. Kemudian, pada akhir tahun 1980-an, sebuah perusahan farmasi di Jepang bernama Green Cross dituduh menyebarkan suplai darah yang terkontaminasi virus HIV. 30,000 orang menerima transfusi darah tercemar. Ketika meneliti hal ini, aku menemukan sebuah situs kecil yang dikelola seorang Jepang yang mengaku "orang dalam," yang membuatku mulai memahami hubungan antar beberapa peristiwa yang sebelumnya nampaknya tidak berkaitan. Menurut bukti-bukti yang diajukan, darah tercemar itu bukan sekadar tak sengaja diberikan, tapi memang sudah ditandai secara khusus sebelumnya. Semua kantong darah yang dites positif mengandung virus HIV datang dari selot bernomor 18440-B. Dari 800 kasus yang terdokumentasi dimana para individual menerima transfusi darah dari selot ini, 432 positif ternfeksi HIV. Kabar yang beredar adalah itu akibat sistem kendali mutu yang buruk. Akan tetapi, darah dari selot ini ternyata dilacak secara khusus, dan tiap penerimanya direkam secara rinci, sesuatu yang tidak umum dilakukan pada suplai darah dari selot lain.

Kitano masih hidup ketika kasus darah terinfeksi itu terjadi, dan dia adalah salah satu pendiri Green Cross. Susah menganggap ini cuma kebetulan, tetapi namanya tidak pernah disebut-sebut. Dia dilaporkan meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil segera setelahnya. Satu hal lagi yang rasanya mustahil cuma kebetulan.

Pada tahun 2008, Dokter Radovan Karadžic, seorang penjahat perang yang dicari karena partisipasinya dalam Perang Bosnia, akhirnya ditangkap. Dia telah bersembunyi dari pihak berwenang menggunakan identitas palsu: "dr. Dragan David Dabic." Dia mendirikan klinik kecil yang punya spesialisasi "pengobatan alternatif." Seorang reporter mengunjungi para pasien "dr. Dabic," dan berhasil mengungkap sesuatu. Dari 12 mantan pasien yang diwawancarai, 11 melaporkan bahwa mereka takjub tentang betapa kaya kelihatannya si dokter, walaupun pekerjaannya nampaknya tidak mendatangkan banyak uang. 7 orang mantan pasien melaporkan bahwa mereka "dirawat oleh seorang perawat pria berwajah asing." 4 orang di antara mantan pasien tersebut kemudian meninggal karena berbagai penyakit.

Siapakah "perawat" ini? Shiro Ishii dan Masaji Kitano pastilah sudah meninggal sekarang. Ishii dan Kitano sama-sama pernah membuka klinik, jadi apakah mereka punya perawat yang kemudian menjadi semacam penerus? Apa motivasi perawat asing ini? Patriotisme sesat terhadap kekaisaran masa lampau? Uang? Rasa berkuasa? Atau mungkin karena itulah satu-satunya hidup yang dikenalnya? Aku benar-benar tak mau tahu.

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar