Andrian
adalah mahasiswa akhir dalam konsentrasi hukum pidana di salah satu
Universitas Negeri, tahun ini adalah tahun dimana ia diharuskan
melakukan penelitian terkait kesenjangan antara harapan dengan kenyatan
dalam kehidupan.
Ia selalu membayangkan sebuah penelitian
besar, penelitian yang berbeda dengan orang lain, penelitian yang tidak
biasa tentunya.
“Andrian, Ini sudah terlalu banyak yang menggunakan,
bawa ke saya penelitian yang baru, kamu paham?” ucap Pak Rein selaku
mentor Andrian.
Andrian mengambil berkasnya dari atas meja Pak
Rein, “Maaf pak, saya akan kembali lagi dan membawa hal baru untuk
bapak”. Andrian pun berlalu meninggalkan ruangan Pak Rein.
“ah
yang benar saja, kemana lagi aku harus mencari ide untuk penelitian, Pak
Rein memang memiliki selera yang tinggi, aku harus bisa pokonya harus
bisa membuat Pak Rein bangga akan penelitianku”.
Sembari
melangkahkan kakinya, Andrian terus memutar otaknya, mengamati
sekitarnya, bahkan membuka lebar-lebar telinganya untuk mendengarkan
semua kejadian. Ia berharap ia akan mendapatkan sesuatu untuk menjadi
bahan penelitiannya, dan benar saja. Andrian menghentikan langkahnya
tepat disebuah warung makan. Disana tengah berkumpul beberapa pria yang
sedang berbincang.
Andrian bukalah seorang penguping namun ia
tertarik untuk bergabung karena seorang pria menyebutkan kalimat “Gila,
apakah hukum kita mampu menemukan orang psikopat seperti dia”. Andria
duduk tepat disebelah pria itu.
“Bu, es teh manis anget satu ya.” Si
ibu penjual pun tak menghiraukan permintaan Andrian dan memberikan es
teh panas dengan sedikit es batu.
Beberapa pria tadi tetap
terlihat asyik mengomentari berita yang mereka saksikan di televisi.
“maaf pak, memang ada apa?” Andrian mencoba membuka percakapan dengan
para pria tersebut. Salah satu pria menoleh ke Andrian “itu dek, di
berita ada pembunuh berdarah dingin yang selalu memberikan sepotong dari
bagian tubuh korbannya sebagai kenangan untuk keluarganya”.
Andrian mengeryitkan dahinya, ia meletakkan jemari tangan di bawah
dagunya, posenya kini mirip patung pemikir. Tak lama ia berdiam diri, ia
kembali mengangkat wajahnya, senyuman lebar telah menghiasi wajahnya
itu. Ia meneguk habis minumannya dan bergegas pergi dari tempat makan
itu.
Andrian berjalan kembali menuju ruangan Pak Rein, tanpa
membawa proposal ia memohon kepada Pak Rein untuk mendengarkan gagasan
baru untuk penelitiannya. Awalnya Pak Rein menolak namun melihat
gigihnya usaha mahasiswa kesayangannya itu untuk meyakinkannya, ia pun
akhirnya luluh. Pak Rein menarik sebuah papan tulis putih besar ke
hadapan Andrian, ia juga memberikan sebuah spidol hitam “Tunjukan.”
perintahnya.
Tanpa buang waktu Andrian meraih spidol hitam itu
dan dengan semangat mencorat-coret papan putih tersebut. Dalam kurung
waktu sepuluh menit telah ada beberapa pola tergambar. Andrian mulai
mempresentasikannya. Pak Rein terlihat tercengang dengan apa yang
Andrian sajikan, ia pun tersenyum dan beranjak dari kursinya “Saya mau
secepatnya kamu serahkan hasil penelitian barumu ini”. Pak Rein pun
beranjak pergi keluar dari ruangannya.
Andrian masih berdiri dalam ruangan tersebut, ia tak menyangka akan semudah itu Pak Rein menerima gagasan barunya.
****
Setelah hari itu, Andrian semakin sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk
penelitiannya tersebut, ia mulai mencari buku-buku dan artikel yang
berkaitan dengan penelitiannya. Salah seorang temannya memberikan saran
kepada Andrian untuk menggunakan buku karangan Dr. C.R. Zisiko, dia
adalah salah satu pakar ahli dalam bidang yang ingin dirinya teliti, dia
juga cukup terkenal.
Mendengar itu, Andrian mulai mencari
buku-buku karangan C.R. Zisiko, ia menemukan beberapa judul buku yang
menarik, dari mulai buku berjudul ‘Bagaiamana ciri seorang psikopat’
hingga buku yang berjudul ‘membunuh, kesedihan atau sebuah kebahagiaan’.
Andrian merasa Dr. C.R. Zisiko adalah ahli yang tepat untuk mendukung
peneitiannya hingga Andrian memutuskan untuk menemuinya di kantornya.
Andrian pun kembali menemui Pak Rein dan mendiskusikan tentang
pengarang buku yang ingin ia temui itu. Awalnya Pak Rein merasa bingung
namun ia tak mau menunjukannya kepada Andrian. Andrian pun meminta
persetujuannya untuk bertemu dengan Dr. C.R. Zisiko.
Setelah
mendapatkan persetujuan Pak Rein, Andrian tidak langsung menemui Dr. C.R
Zisiko, ia memulainya dengan mengumpulkan artikel terkait pembunuhan
oleh si pembunuh berdarah dingin yang ada di berita tempo lalu. Setelah
semua berkasnya lengkap barulah ia membuat janji untuk bertemu dengan
Dr. C. R. Zisiko.
Awalnya setiap email yang Andrian kirimkan
kepada Dr. C.R Zisiko tidak pernah mendapat balasan hingga Andrian
memperjelas emailnya.
‘Nama saya Andrian, saya mahasiswa akhir dalam
jurusan ilmu hukum, saya memerlukan pertemuan dengan bapak untuk
mendukung penelitian saya terkait pembunuhan sadis oleh psikopat, saya
harapkan kerjasamanya demi hukum yang lebih baik di Negara kita’
Email terakhir yang Andrian kirimkan akhirnya mendapatkan balasan,
balasan yang sangat singkat, email balasan itu hanya berisi hari, waktu
dan tempat dimana Dr. C. R Zisiko akan bertemu dengan Andrian.
****
Hari pertemuan mereka pun tiba, Andrian membawa proposal penelitiannya untuk ditunjukan kepada Dr. C. R Zisiko.
Tok...tok.
Andrian mengetuk pintu dihadapannya, tak lupa ia mengecek kembali
alamat tujuannya “Ini benar tempatnya, apa ini apartemen Dr. C. R Zisiko
ya?” gumamnya.
“Masuklah”
Pintu itu terbuka, dan
seorang pelayan menyambut Andrian, Andrian pun melangkah memasuki gedung
tersebut mengikuti pelayan tadi. Andrian terus mengamati sekelilingnya,
banyak sekali lukisan besar menghiasi tembok dan samar-samar terdengar
lantunan lagu yang mengalir indah.
Pelayan itu menghentikan
langkahnya tepat disebuah pintu, ia menyuruh Andrian untuk menunggu Dr.
C. R Zisiko di dalam ruangan itu. Andrian pun menuruti dan memasuki
ruangan tersebut. Andrian terpana, ia melihat ribuan buku berbaris rapih
di setiap rak, “apa ini sebuah perpustakaan pribadi?” pikirnya.
Andrian yang maniak buku tidak mampu menahan godaan untuk membaca
buku-buku tersebut, ia memulai dengan rak terdekat darinya. Sebuah buku
besar pun menarik perhatiannya. Ia mengambil buku tersebut dan
membukanya dengan perlahan. Saat lembar pertama dibuka, Andrian semakin
tertarik. Ternyata buku yang ia baca adalah buku dengan kumpulan artikel
mengenai psikopat-psikopat di dunia.
Ia mulai merasa ngeri
ketika ia sampai pada halaman penghakiman terhadap psikopat-psikopat
tersebut, dari mulai hukuman duduk di kursi listrik hingga hukuman
dimasukkan ke dalam kandang hewan buas yang dibiarkan kelaparan
sebelumnya. Ia terus membaca dengan serius hingga sebuah tangan
membuatnya tersentak.
Andrian membalikan tubuhnya. Di
hadapannya kini telah berdiri seorang pria bertubuh atletis dengan
kacamata dan senyuman di wajahnya. “bagaimana bukunya, nak?”. “apa bapak
Dr. C. R Zisiko?” ucap Andrian. Pria itu hanya tersenyum kemudian
mengangguk perlahan.
Andrian segera mengatur nafasnya, “ini
proposal penelitian saya, bapak bisa baca dulu” Andrian memberikan
proposal yang ia bawa kepada pria yang kini telah duduk di hadapannya.
Pria itu dengan senang hati menerima proposal Andrian “mengapa kau
tertarik dengan kasus ini?”
“itu...karena saya ingin sekali melihat orang seperti dia mendapatkan ganjaran yang setimpal”.
Dr. C. R Zisiko kembali tersenyum, ia kemudian memuji alasan Andrian
dan berjanji untuk membantu Andrian menyelesaikan penelitiannya itu.
Mereka pun bercengkrama ria dan membangun kedekatan emosional serta
kepercayaan.
Berbulan-bulan sudah Andrian mengerjakan
penelitiannya tersebut, semuanya berjalan lancar karena wawasan dari Dr.
C. R Zisiko yang berkenan selama ini membantu Andrian, hingga sampailah
Andrian pada perumusan kesimpulan dari hasil penelitiannya tentang
sebab-sebab seseorang menjadi psikopat, bagaimana psikopat itu
sesungguhnya serta bagaimana seharusnya psikopat mendapat perlakuan dari
hukum.
Andrian kembali menemui sang Doktor di kediamannya.
Seperti biasa ia memencet bel sebanyak lima kali untuk menandakan bahwa
dirinya lah yang datang. Saat pintu itu terbuka secara otomatis, Andrian
pun berjalan masuk. Adrian berjalan dengan penuh semangat menuju
perpustakaan Dr. C. R Zisiko, namun langkahnya mulai goyah, kakinya
melemas dan Andrian pun jatuh terbring diatas lantai. Pandangan Adrian
mulai berbayang, sesosok pria terlihat berdiri di kejauhan dengan masker
di wajahnya. Andrian pun tak sadarkan diri.
Andrian membuka
matanya, ia mendapati seluruh tubuhnya terikat, mulutnya terbekap
sebongkah kain, ia merasa panik dan memperhatikan sekitarnya, sepasang
siluet terlihat tengah bercakap, namun ia tak tahu siapa mereka hingga
sebuah suara terdengar, “sudah bangun ya?” salah satu pria mendekati
Andrian dan membuka kain yang membekap Andrian, Pria itu berambut
panjang, tentu dia bukan Dr. C. R Zisiko lagipula ia bertubuh kurus.
“si..siapa kau? Apa yang kau lakukan kepada Doktor?” Andrian terus
memberontak dari ikatannya.
“bukankah selama ini kau mencariku?
Apa kau tidak senang bertemu denganku, hah? Bocah!!” suara pria itu
terdengar meninggi, ia kemudian mengeluarkan sebuah pisau bedah dari
balik sakunya “bukankah kau penasaran bagaimana aku ini?” pria itu
menempelkan pisaunya pada pelipis Andrian.
Andrian berusaha
menggerakan kepalanya untuk menghindari pisau itu, ia mulai merintih dan
kehilangan stabilitas nafasnya, ia akhirnya berteriak meminta
pertolongan “ tolong...tolong aku, Doktor tolong aku, doktor dimana
kau...” Andrian mulai menangis.
“tenanglah Andrian, aku pastikan mentormu menerima hasil penelitianmu ini?” Pria lainnya mulai berjalan mendekati Andrian.
Andrian terpaku melihat sosok itu. Pria yang memegang pisaupun membuka
masker yang menutupi wajahnya, Andrian kembali terkejut “ka...kau...”,
“Iya, aku yang memberimu saran untuk menemui doktor” pria itu kini
menyeringai.
“Selesaikan lah Tommy, perlahan saja, aku akan mencatatnya dengan lengkap untuk perilisan bukuku yang selanjutnya”.
***
Hari ini seharusnya Andrian mempresentasikan hasil penelitiannya, namun
Andrian tidak pernah ditemukan, yang ada hanya hasil penelitiannya dan
sebuah kotak berisi bola mata yang tergeletak diatas meja kerja Pak
Rein.
End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar