Rabu, 28 September 2016

Unfound (Creepypasta)

Andrian adalah mahasiswa akhir dalam konsentrasi hukum pidana di salah satu Universitas Negeri, tahun ini adalah tahun dimana ia diharuskan melakukan penelitian terkait kesenjangan antara harapan dengan kenyatan dalam kehidupan.


Ia selalu membayangkan sebuah penelitian besar, penelitian yang berbeda dengan orang lain, penelitian yang tidak biasa tentunya.
“Andrian, Ini sudah terlalu banyak yang menggunakan, bawa ke saya penelitian yang baru, kamu paham?” ucap Pak Rein selaku mentor Andrian.

Andrian mengambil berkasnya dari atas meja Pak Rein, “Maaf pak, saya akan kembali lagi dan membawa hal baru untuk bapak”. Andrian pun berlalu meninggalkan ruangan Pak Rein.

“ah yang benar saja, kemana lagi aku harus mencari ide untuk penelitian, Pak Rein memang memiliki selera yang tinggi, aku harus bisa pokonya harus bisa membuat Pak Rein bangga akan penelitianku”.

Sembari melangkahkan kakinya, Andrian terus memutar otaknya, mengamati sekitarnya, bahkan membuka lebar-lebar telinganya untuk mendengarkan semua kejadian. Ia berharap ia akan mendapatkan sesuatu untuk menjadi bahan penelitiannya, dan benar saja. Andrian menghentikan langkahnya tepat disebuah warung makan. Disana tengah berkumpul beberapa pria yang sedang berbincang.

Andrian bukalah seorang penguping namun ia tertarik untuk bergabung karena seorang pria menyebutkan kalimat “Gila, apakah hukum kita mampu menemukan orang psikopat seperti dia”. Andria duduk tepat disebelah pria itu.
“Bu, es teh manis anget satu ya.” Si ibu penjual pun tak menghiraukan permintaan Andrian dan memberikan es teh panas dengan sedikit es batu.

Beberapa pria tadi tetap terlihat asyik mengomentari berita yang mereka saksikan di televisi. “maaf pak, memang ada apa?” Andrian mencoba membuka percakapan dengan para pria tersebut. Salah satu pria menoleh ke Andrian “itu dek, di berita ada pembunuh berdarah dingin yang selalu memberikan sepotong dari bagian tubuh korbannya sebagai kenangan untuk keluarganya”.

Andrian mengeryitkan dahinya, ia meletakkan jemari tangan di bawah dagunya, posenya kini mirip patung pemikir. Tak lama ia berdiam diri, ia kembali mengangkat wajahnya, senyuman lebar telah menghiasi wajahnya itu. Ia meneguk habis minumannya dan bergegas pergi dari tempat makan itu.

Andrian berjalan kembali menuju ruangan Pak Rein, tanpa membawa proposal ia memohon kepada Pak Rein untuk mendengarkan gagasan baru untuk penelitiannya. Awalnya Pak Rein menolak namun melihat gigihnya usaha mahasiswa kesayangannya itu untuk meyakinkannya, ia pun akhirnya luluh. Pak Rein menarik sebuah papan tulis putih besar ke hadapan Andrian, ia juga memberikan sebuah spidol hitam “Tunjukan.” perintahnya.

Tanpa buang waktu Andrian meraih spidol hitam itu dan dengan semangat mencorat-coret papan putih tersebut. Dalam kurung waktu sepuluh menit telah ada beberapa pola tergambar. Andrian mulai mempresentasikannya. Pak Rein terlihat tercengang dengan apa yang Andrian sajikan, ia pun tersenyum dan beranjak dari kursinya “Saya mau secepatnya kamu serahkan hasil penelitian barumu ini”. Pak Rein pun beranjak pergi keluar dari ruangannya.
Andrian masih berdiri dalam ruangan tersebut, ia tak menyangka akan semudah itu Pak Rein menerima gagasan barunya.

****

Setelah hari itu, Andrian semakin sibuk menyiapkan bahan-bahan untuk penelitiannya tersebut, ia mulai mencari buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan penelitiannya. Salah seorang temannya memberikan saran kepada Andrian untuk menggunakan buku karangan Dr. C.R. Zisiko, dia adalah salah satu pakar ahli dalam bidang yang ingin dirinya teliti, dia juga cukup terkenal.

Mendengar itu, Andrian mulai mencari buku-buku karangan C.R. Zisiko, ia menemukan beberapa judul buku yang menarik, dari mulai buku berjudul ‘Bagaiamana ciri seorang psikopat’ hingga buku yang berjudul ‘membunuh, kesedihan atau sebuah kebahagiaan’. Andrian merasa Dr. C.R. Zisiko adalah ahli yang tepat untuk mendukung peneitiannya hingga Andrian memutuskan untuk menemuinya di kantornya.

Andrian pun kembali menemui Pak Rein dan mendiskusikan tentang pengarang buku yang ingin ia temui itu. Awalnya Pak Rein merasa bingung namun ia tak mau menunjukannya kepada Andrian. Andrian pun meminta persetujuannya untuk bertemu dengan Dr. C.R. Zisiko.

Setelah mendapatkan persetujuan Pak Rein, Andrian tidak langsung menemui Dr. C.R Zisiko, ia memulainya dengan mengumpulkan artikel terkait pembunuhan oleh si pembunuh berdarah dingin yang ada di berita tempo lalu. Setelah semua berkasnya lengkap barulah ia membuat janji untuk bertemu dengan Dr. C. R. Zisiko.

Awalnya setiap email yang Andrian kirimkan kepada Dr. C.R Zisiko tidak pernah mendapat balasan hingga Andrian memperjelas emailnya.
‘Nama saya Andrian, saya mahasiswa akhir dalam jurusan ilmu hukum, saya memerlukan pertemuan dengan bapak untuk mendukung penelitian saya terkait pembunuhan sadis oleh psikopat, saya harapkan kerjasamanya demi hukum yang lebih baik di Negara kita’
Email terakhir yang Andrian kirimkan akhirnya mendapatkan balasan, balasan yang sangat singkat, email balasan itu hanya berisi hari, waktu dan tempat dimana Dr. C. R Zisiko akan bertemu dengan Andrian.

****

Hari pertemuan mereka pun tiba, Andrian membawa proposal penelitiannya untuk ditunjukan kepada Dr. C. R Zisiko.

Tok...tok.

Andrian mengetuk pintu dihadapannya, tak lupa ia mengecek kembali alamat tujuannya “Ini benar tempatnya, apa ini apartemen Dr. C. R Zisiko ya?” gumamnya.

“Masuklah”

Pintu itu terbuka, dan seorang pelayan menyambut Andrian, Andrian pun melangkah memasuki gedung tersebut mengikuti pelayan tadi. Andrian terus mengamati sekelilingnya, banyak sekali lukisan besar menghiasi tembok dan samar-samar terdengar lantunan lagu yang mengalir indah.

Pelayan itu menghentikan langkahnya tepat disebuah pintu, ia menyuruh Andrian untuk menunggu Dr. C. R Zisiko di dalam ruangan itu. Andrian pun menuruti dan memasuki ruangan tersebut. Andrian terpana, ia melihat ribuan buku berbaris rapih di setiap rak, “apa ini sebuah perpustakaan pribadi?” pikirnya.

Andrian yang maniak buku tidak mampu menahan godaan untuk membaca buku-buku tersebut, ia memulai dengan rak terdekat darinya. Sebuah buku besar pun menarik perhatiannya. Ia mengambil buku tersebut dan membukanya dengan perlahan. Saat lembar pertama dibuka, Andrian semakin tertarik. Ternyata buku yang ia baca adalah buku dengan kumpulan artikel mengenai psikopat-psikopat di dunia.

Ia mulai merasa ngeri ketika ia sampai pada halaman penghakiman terhadap psikopat-psikopat tersebut, dari mulai hukuman duduk di kursi listrik hingga hukuman dimasukkan ke dalam kandang hewan buas yang dibiarkan kelaparan sebelumnya. Ia terus membaca dengan serius hingga sebuah tangan membuatnya tersentak.

Andrian membalikan tubuhnya. Di hadapannya kini telah berdiri seorang pria bertubuh atletis dengan kacamata dan senyuman di wajahnya. “bagaimana bukunya, nak?”. “apa bapak Dr. C. R Zisiko?” ucap Andrian. Pria itu hanya tersenyum kemudian mengangguk perlahan.

Andrian segera mengatur nafasnya, “ini proposal penelitian saya, bapak bisa baca dulu” Andrian memberikan proposal yang ia bawa kepada pria yang kini telah duduk di hadapannya. Pria itu dengan senang hati menerima proposal Andrian “mengapa kau tertarik dengan kasus ini?”

“itu...karena saya ingin sekali melihat orang seperti dia mendapatkan ganjaran yang setimpal”.
Dr. C. R Zisiko kembali tersenyum, ia kemudian memuji alasan Andrian dan berjanji untuk membantu Andrian menyelesaikan penelitiannya itu. Mereka pun bercengkrama ria dan membangun kedekatan emosional serta kepercayaan.

Berbulan-bulan sudah Andrian mengerjakan penelitiannya tersebut, semuanya berjalan lancar karena wawasan dari Dr. C. R Zisiko yang berkenan selama ini membantu Andrian, hingga sampailah Andrian pada perumusan kesimpulan dari hasil penelitiannya tentang sebab-sebab seseorang menjadi psikopat, bagaimana psikopat itu sesungguhnya serta bagaimana seharusnya psikopat mendapat perlakuan dari hukum.

Andrian kembali menemui sang Doktor di kediamannya. Seperti biasa ia memencet bel sebanyak lima kali untuk menandakan bahwa dirinya lah yang datang. Saat pintu itu terbuka secara otomatis, Andrian pun berjalan masuk. Adrian berjalan dengan penuh semangat menuju perpustakaan Dr. C. R Zisiko, namun langkahnya mulai goyah, kakinya melemas dan Andrian pun jatuh terbring diatas lantai. Pandangan Adrian mulai berbayang, sesosok pria terlihat berdiri di kejauhan dengan masker di wajahnya. Andrian pun tak sadarkan diri.

Andrian membuka matanya, ia mendapati seluruh tubuhnya terikat, mulutnya terbekap sebongkah kain, ia merasa panik dan memperhatikan sekitarnya, sepasang siluet terlihat tengah bercakap, namun ia tak tahu siapa mereka hingga sebuah suara terdengar, “sudah bangun ya?” salah satu pria mendekati Andrian dan membuka kain yang membekap Andrian, Pria itu berambut panjang, tentu dia bukan Dr. C. R Zisiko lagipula ia bertubuh kurus. “si..siapa kau? Apa yang kau lakukan kepada Doktor?” Andrian terus memberontak dari ikatannya.

“bukankah selama ini kau mencariku? Apa kau tidak senang bertemu denganku, hah? Bocah!!” suara pria itu terdengar meninggi, ia kemudian mengeluarkan sebuah pisau bedah dari balik sakunya “bukankah kau penasaran bagaimana aku ini?” pria itu menempelkan pisaunya pada pelipis Andrian.

Andrian berusaha menggerakan kepalanya untuk menghindari pisau itu, ia mulai merintih dan kehilangan stabilitas nafasnya, ia akhirnya berteriak meminta pertolongan “ tolong...tolong aku, Doktor tolong aku, doktor dimana kau...” Andrian mulai menangis.
“tenanglah Andrian, aku pastikan mentormu menerima hasil penelitianmu ini?” Pria lainnya mulai berjalan mendekati Andrian.
Andrian terpaku melihat sosok itu. Pria yang memegang pisaupun membuka masker yang menutupi wajahnya, Andrian kembali terkejut “ka...kau...”, “Iya, aku yang memberimu saran untuk menemui doktor” pria itu kini menyeringai.

“Selesaikan lah Tommy, perlahan saja, aku akan mencatatnya dengan lengkap untuk perilisan bukuku yang selanjutnya”.

***
Hari ini seharusnya Andrian mempresentasikan hasil penelitiannya, namun Andrian tidak pernah ditemukan, yang ada hanya hasil penelitiannya dan sebuah kotak berisi bola mata yang tergeletak diatas meja kerja Pak Rein.

End.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar