Minggu, 18 September 2016

The Russian Sleep Experiment part 1 (Creepypasta)

Di akhir tahun 1940an, Para Peneliti Rusia menguji cobakan sebanyak lima orang manusia untuk terus terjaga selama 15 hari berturut turut dengan menggunakan gas eksperimen yang
berbahan dasar unsur stimulant(perangsang).
Mereka dikurung di sebuah ruangan tersegel guna mengontrol secara seksama tingkat kadar oksigen dalam ruangan sehingga para subjek tidak terbunuh oleh gas tersebut, yang mana mengandung racun dengan konsentrasi tinggi. Belum lagi karena tidak terpasang kamera sirkuit dalam ruangan, sehingga yang mereka punya hanyalah mikrofon dan lubang seukuran jendela kecil menghadap ke ruangan dengan kaca setebal 5 inci
untuk mengamati para subyek
eksperimen. Ruangan tersebut
dilengkapi bermacam macam buku,
dipan untuk tidur tanpa kasur, aliran air dan toilet, serta makanan awet yang cukup untuk mereka ber-lima selama sebulan lebih.

Subjek uji coba sendiri adalah para
tahanan politikus yang dianggap
sebagai musuh-musuh negara ketika perang dunia ke II berlangsung.

Pada 5 hari pertama keadaan masih tampak baik, mereka hampir tidak meragukan tentang kesepakatan (hanya akal-akalan pihak Rusia) yang dijanjikan bahwa jika mereka dapat melalui test tersebut dan tidak tidur selama 30 hari berturut turut maka mereka akan dibebaskan. Setiap perbincangan dan aktivitas mereka terus di awasi dan tampak bahwa
terjadi peningkatan akan pembahasan mengenai kecelakaan traumatis yang pernah mereka alami di masa lalu, pada hari ke 4, topik percakapan mereka mulai memasuki tahap yang lebih kelam.

Setelah lima hari berlalu, mereka
mengeluhkan berbagai keadaan serta kejadian yang menyebabkan mereka bisa sampai berada di ruangan itu dan mulai menampakkan gejala paranoid akut. Mereka berhenti bicara antara satu sama lain serta menjadi sering bergumam ke mikrofon juga ke lubang
portal kaca satu arah. Anehnya
mereka seakan akan berpikir bahwa mereka dapat memenangkan kepercayaan dari para peneliti dengan saling mengadukan kawan mereka,
yaitu subjek lainnya yang juga
terkurung bersama mereka. Pada
awalnya, para peneliti mengira hal itu disebabkan oleh pengaruh dari gas...

Setelah sembilan hari, subjek yang
pertama dari mereka mulai berteriak-teriak. Dan sambil menjerit sekeras kerasnya dia berlari bolak balik ke sepenjuru ruangan selama 3 jam tanpa
henti, dia terus akan berteriak seperti itu namun suaranya tampak sudah habis sehingga
berubah jadi cegukan aneh. Peneliti
menyimpulkan bahwa mungkin subjek tersebut memang sengaja bermaksud merusak pita suaranya sendiri. Hal paling mengejutkan adalah reaksi dari para tahanan lain yang sama sekali tak menggubris perilaku dari satu
subjek tersebut. Mereka hanya terus bergumam ke mikrofon hingga tahanan kedua gantian yang mulai berteriak. Dua tahanan lain yang tidak berteriak sibuk mencabik cabik lembaran kertas buku, mencoreti halaman demi halaman menggunakan kotoran mereka sendiri kemudian
menempelkannya ke lubang kaca
pengamatan di pintu dengan
santainya. Sementara itu, suara
teriakan secara berangsur angsur
berhenti. Begitu juga dengan gumaman pada mikrofon.

Tiga hari setelahnya pun berlalu.
Selama berjam-jam peneliti mencoba memeriksa mikrofon untuk memastikan apakah alat itu masih berfungsi, karena mereka berpikir bahwa mustahil jika tak terdengar suara apapun dari ruang uji coba padahal terdapat 5 orang di dalam sana. Konsumsi oksigen dalam ruangan mengindikasikan bahwa mereka ber-lima masihlah hidup. Malahan, kadar oksigen yang di hirup oleh ke-5 orang itu begitu banyak seolah tubuh mereka sedang melakukan kegiatan yang amat melelahkan.

Pada suatu pagi di hari ke-14, peneliti melakukan hal yang
sebelumnya mereka katakan tak akan pernah melakukannya, ini dilakukan demi mendapatkan respon dari para tahanan, mereka menggunakan intercom di dalam ruangan, berharap dapat memancing respon dari tahanan
yang mereka khawatirkan telah mati atau koma.

Peneliti mengumumkan melalui
interkom :
"Kami akan membuka pintu untuk
memeriksa mikrofonnya, menjauhlah dan tiarap di lantai atau kami tembak.
Jika mau patuh kami akan segera
membebaskan salah satu dari kalian."

Hal yang mengejutkan terjadi, para
tahanan menjawab tenang dengan
satu kalimat yang sama dan secara
serempak,

"Kami tak lagi ingin dibebaskan."

Perpecahan diantara para peneliti dengan angkatan militer yang membiayai uji coba tersebut pun
dimulai. Dan lagi karena mereka tak
dapat memancing respon dari para
tahanan melalui interkom maka akhirnya diputuskan untuk membuka ruangan uji coba pada tengah malam di hari ke lima belas.

Ruangan yang dipenuhi gas stimulant mulai terpompa oleh udara bersih dan segera saja suara-suara dari mikrofon pun terdengar. 3 suara dari subjek- subjek berbeda mulai mengiba,
seperti suara seseorang yang
memohon akan keselamatan orang
yang dia cintai, memelas supaya
gasnya di hidupkan kembali.
Ruanganpun dibersihkan dan beberapa prajurit masuk untuk mengamankan para tahanan uji coba. Mereka mulai menjerit dengan lebih kencang dari yang pernah terdengar, begitu juga
dengan para prajurit yang memasuki ruangan ketika mendapati keadaan di dalam ruangan tersebut. Empat dari
lima tahanan masih bernyawa,
meskipun begitu tak seorangpun dari mereka yang tampak benar benar 'hidup'.

Persediaan makanan dari 5 hari yang lalu hampir tak tersentuh sama sekali. Cabikan daging dari betis dan dada seorang subjek uji coba yang telah mati tersumpal memenuhi saluran drainase yang terdapat di tengah ruangan, menyumbat saluran tersebut hingga mengakibatkan genangan air kemerahan setinggi 4 inci dari lantai. Tidak dapat di pastikan sebanyak apakah darah yang tercampur dalam genangan air tersebut.

Semua 4 subjek lain yang masih 'bertahan hidup', juga memiliki luka luka menganga pada otot dan kulit mereka yang tercabik cabik dari anggota tubuh. Kerusakan
daging serta kuku pada jari jari para subjek menjelaskan bahwa luka-luka menganga itu disebabkan oleh tangan hampa, dan bukan berasal dari gigitan
seperti dugaan awal para peneliti. Dan setelah mengamati lebih seksama, berdasarkan posisi serta sudut dari luka luka tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hampir atau malah semua subjek uji coba sendirilah yang sengaja melukai tubuh mereka sendiri.

Organ organ perut di bawah tulang iga dari 4 orang subjek tes telah bergeser. Jantung, paru paru, dan diafragma masih tetap di tempat yang benar, sedangkan kulit dan sebagian besar jaringan otot yang melapisi permukaan tulang rusuk telah habis tercabik, sehingga paru paru mereka
dapat terlihat melalui sela sela tulang pada rusuknya. Semua pembuluh darah dan organ organ yang masih berbentuk utuh yang telah ditarik keluar bertebaran di lantai, berserakan disekitar tubuh koyak para tahanan tetapi mereka masih dalam kondisi hidup. Sistem pencernaan mereka tampak masih berfungsi, dan sedang mencerna makanan. Segera saja dapat terlihat bahwa mereka mencerna
daging mereka sendiri yang telah
mereka cabik dari tubuh kemudian
memakannya selama beberapa hari
belakangan ini.

Sebagian besar dari para prajurit
adalah pasukan khusus rusia yang
bertugas menjaga fasilitas uji coba
tersebut, meski begitu banyak dari
mereka menolak kembali memasuki ruang tahanan guna memindahkan para subjek tes. Merekaterus saja menjerit jerit supaya dibiarkan untuk tetap tinggal di ruangan itu serta menuntut lalu memelas agar gasnya kembali dihidupkan, atau jika tidak mereka akan tertidur...

Semua orang sungguh tak menyangka akan perlawanan sengit yang di lakukan para subjek tes ketika proses pemindahan berlangsung. Salah satu dari prajurit rusia bahkan tewas setelah mengalami cabikan lebar di leher, sedangkan satunya lagi terluka
serius akibat tergigit oleh seorang
subjek di arteri kakinya. Total 5 orang prajurit telah kehilangan nyawa mereka termasuk satu orang prajurit yang bunuh diri
beberapa minggu setelah peristiwa itu.

Dalam perlawanan ke empat subjek, salah satu dari mereka mengalami kerusakan limpa hingga
mengakibatkan pendarahan hebat.
Para peneliti medis berusaha
membiusnya namun usaha mereka
tampak sia-sia. Subjek pria ini di
suntik dengan morphine derivative
sebanyak 10 kalinya dosis untuk
manusia biasa tetapi masih saja
memberontak seperti binatang yang sedang terpojok, dia mematahkan tulang iga dan lengan
seorang dokter. Sejak mengalami
pendarahan, jantungnya terus
berdetak kencang selama 2 menit
penuh hingga pada kondisi dimana
terdapat lebih banyak udara daripada aliran darah dalam sistem
pembuluhnya. Walau akhirnya detak jantungnya berhenti dia masih terus meraung raung dan belingsatan sepanjang 3 menit setelahnya, meronta lalu menerkam siapapun yang
mendekati sambil meneriakan kata
"lagi" terus menerus, sampai semakin lemah dan melemah, hingga dia pun tumbang.

Ketiga subjek tes selamat yang tersisa dengan susah payah dapat diamankan serta dipindahkan ke fasilitas medis, dua subjek dengan pita suara masih berfungsi terus saja memohon dapat menghirup gas juga menuntut supaya terus dijaga agar tetap terbangun...

Seorang dari ketiga subjek yang
menderita luka paling parah dibawa ke satu satunya ruang operasi bedah dalam fasilitas tersebut. Selama proses persiapan pembedahan guna menempatkan kembali organ organ vital ke tubuh subjek berlangsung, diketahui bahwa subjek ini ternyata benar benar kebal sedative (bius) yang di berikan saat pelangsungan pembedahan. Lelaki ini dengan membabi buta mencoba melepaskan diri dari sabuk pengaman sembari obat bius di hirupkan ke mulutnya agar dia segera pingsan. Dia bahkan hampir berhasil merobek ikatan sabuk kulit setebal 4 inci yang memancang salah satu pergelangan tangannya meski seorang prajurit berbobot 200 pound juga berjibaku menahannya. Butuh sedikit lebih
banyak obat pembius dari jumlah
normal untuk membuatnya tak
sadarkan diri, dan dalam sekejap kelopak matanya mengerjap ngerjap lalu menutup,
jantungnyapun akhirnya juga berhenti berdegup. Setelah
melakukan autopsi terhadap subjek
yang tewas di meja operasi tersebut, diketahui bahwa terdapat kadar oksigen 3 kali lebih banyak dari level normal dalam darahnya. Otot-otot yang masih menempel pada tulang telah rusak parah, dia juga mematahkan 9 tulangnya saat
memberontak dari usaha penenangan. Kebanyakan disebabkan oleh paksaan dari sistem ototnya sendiri yang sudah
tak beraturan.

Subjek selamat yang kedua adalah tahanan yang sebelumnya saat masih berada di ruangan uji coba pertama kali menjerit jerit dari kelima subjek lainnya. Pita
suaranya sudah hancur sehingga ia tak mampu lagi memohon untuk menolak pembedahan, dan ia hanya bisa menggeleng gelengkan kepala dengan garang guna menunjukan keengganan saat masker bius di dekatkan padanya.
Namun ia mengangguk setuju ketika seorang petugas menawari, walaupun dengan agak ragu, untuk mencoba melasanakan pembedahan tanpa memakai obat bius, meski begitu selama 6 jam mereka melakukan prosedur pembedahan guna menempatkan
kembali organ organ perutnya di
tempat yang benar serta menutupinya lagi dengan lapisan kulit yang tersisa, subjek ini sama sekali tidak bereaksi.
Pemimpin kegiatan pembedahan
tersebut secara berulang ulang
menyatakan secara ilmu medis bahwa masih memungkinkan bagi pasien untuk bisa bertahan hidup. Salah satu asisten perawat pembantu proses operasi yang ketakutan mengaku kalau ia melihat bibir si pasien tersenyum
padanya setiap kali mereka berdua
bertemu pandang.

Ketika pembedahan telah usai, subjek ini menatap si dokter bedah dan mulai meracau nyaring, berusaha berbicara sambil meronta ronta. Menduga bahwa subjek tersebut ingin menyampaikan sesuatu yang penting, dokter bedah memberinya sebuah pena serta kertas agar pasien itu dapat menuliskan maksudnya.
Dan ia menuliskan kata-kata sederhana,
"teruskan pembedahannya"

Kedua subjek uji coba tersebut
menjalani proses pembedahan yang sama, dan juga tanpa pemakaian obat bius. Namun mereka tetap harus disuntik dengan obat paralytic (obat pelumpuh sementara) guna melalui jangka waktu pembedahan. Karena para dokter
bedah mengalami kesulitan untuk
melaksanakan operasi jika si pasien
terus terusan tertawa tak terkendali. Setelah terlumpuhkan, pasien hanya bisa mengikuti pergerakan para peneliti dengan kedua matanya. Obat paralytic secara tidak normal begitu cepat kehilangan efek dalam tubuh si
pasien sehingga mereka kembali
mencoba memberontak dari ikatan. Ketika mereka mulai bisa bicara sedikit, mereka lagi lagi meminta gas stimulant. Para peneliti berusaha menanyakan mengapa mereka melukai diri sendiri, mengapa mereka mencabik cabik isi perut mereka dan mengapa mereka tetap menginginkan gas itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar