Selasa, 27 September 2016

NoEnd House a.k.a Rumah Tanpa Ujung : Part 2 (Creepypasta)

Tidak ada apa apa. Aku tidak melihat apapun di ruangan ini. Kemudian ruangannya kembali gelap dan dengungan itu berubah menjadi suara berdecit yang sangat keras. Aku berteriak protes; aku tidak bisa mendengar suara ini lagi. Aku mundur kebelakang, menghindar dari suara-suara tersebut dan menabrak daun pintu, aku berbalik dan jatuh ke ruangan 5.

Sebelum aku mendeskripsikan ruangan 5, kau harus mengerti sesuatu. Aku bukanlah pecandu narkoba. Aku belum pernah mempunyai sejarah berurusan dengan narkoba, halusinasiku waktu kecil yang aku sebutkan tadi, bukan berasal dari narkoba, itu hanya ketika aku sangat lelah, atau ketika bangun tidur. Dan aku masuk ke NoEnd House ini dengan kesadaran penuh.

Setelah jatuh dari ruangan sebelumnya, aku terjerembab dengan punggungku lebih dulu, yang menyebabkan aku melihat ke langitlangit ruangan ini. yang aku lihat selanjutnya tidak lah menakutiku, tapi mengejutkanku. Pohon pohon tumbuh di dalam ruangan, pohon pohon itu sangatlah tinggi, langit langit ruangan ini lebih tinggi daripada yang lain, yang membuatku berpikir mungkin ini adalah pusat dari rumah ini. Aku berdiri, membersihkan badanku dari debu dan tanah, dan melihat ke sekitar. Ini memang merupakan ruangan yang paling besar dari pada yang lain. Aku bahkan tak bisa melihat pintu keluar dari ruangan ini, karena terhalangi oleh berbagai macam pohon dan tanaman di ruangan ini.

Dari sekarang, aku menyadari bahwa ruangan ruangan berikutnya akan bertambah mengerikan, tapi dibandingkan dengan ruangan yang lalu, ini adalah surga. Dan aku menyimpulkan bahwa apapun yang membuat suara dengungan di ruang 4 tadi, akan tetap disana. Ternyata aku salah..

Ketika aku berjalan lebih dalam menuju tengah ruangan, aku mulai mendengar hal yang seseorang biasanya mereka dengar di dalam hutan, suara kicauan, cicitan, dan terkadang terdengar kepakan sayap yang mungkin menjadi satu satunya temanku di ruangan ini. Dan hal itu lah yang membuatku terganggu. Aku mendengar ada suara jangkrik, kumbang dan hewan hewan lain diruangan ini, tapi aku tidak melihat satu pun di ruangan ini. Aku mulai berpikir seberapa besar rumah ini sebenarnya. Dari luar, rumah ini terlihat seperti rumah biasa. Yah mungkin ada sisi yang terlihat besar, tapi diruangan ini penuh dengan tanaman & pohon, seperti suatu hutan dimasukkan ke ruangan ini. Hal yang aku tau hanyalah, lantai ruangan ini sama seperti yang sebelumnya, yaitu lantai kayu.

Aku terus berjalan, sambil berharap pohon yang akan kulewati selanjutnya akan menjadi pohon terakhir dan disampingnya akan ada pintu. Setelah berjalan cukup lama, aku merasa ada nyamuk terbang ke lenganku, tapi aku menghalaunya dan terus maju. Beberapa detik kemudian, aku merasa ada 10 nyamuk yang menempel di kulitku di tempat yang berbeda, ada yang menempel di lenganku, kakiku, bahkan ada yang menempel di wajahku. Aku memukul mukul dengan liar tapi mereka tetap menempel di kulitku. Aku melihat kebawah, dan berteriak – sejujurnya, itu rengekan. Aku tidak melihat satupun nyamuk di badanku, tapi aku bisa merasakan mereka menempel di kulitku. Aku mendengar mereka mendengung, dan aku merasakan mereka mengigitku, tapi aku tetap tak bisa melihat mereka. Aku menjatuhkan diri ke lantai dan berguling guling dengan liar. Aku putus asa. Aku membenci serangga, apalagi yang tak bisa kau lihat dan kau sentuh, tapi serangga serangga ini bisa menggigit ku dan menyentuhku.

Aku mulai merangkak, aku tidak tau kemana aku akan pergi. Pintu masuk sudah tak terlihat lagi, bergitu pula pintu keluarnya, aku belum melihatnya. Jadi aku hanya merangkak, seketika itu juga, aku merasakan serangga serangga “hantu” itu bertambah, dan menempel di kulitku. Setelah sekitar berjam-jam. Aku menemukan pintu keluarnya. Aku menggapai pohon terdekat dan langsung berdiri, dan tanpa pikir panjang, aku langsung memukul-mukal badanku untuk menghalau serangga serangga itu. Aku mencoba berlari, tapi tak bisa; badanku lelah karena merangkak tadi dan karena tadi berurusan pada apapun tadi yang menempel di kulitku. Aku berjalan dengan gemetar menuju pintu. Sambil menggenggam tiap pohon sebagai pembantu untuk berjalan.

Ketika aku hampir sampai ke pintu keluar, aku mendengar suara dengungan lagi. Suara itu berasal dari ruangan selanjutnya, dan suara itu lebih keras. Aku hampir bisa merasakannya dalam tubuhku, seperti ketika kamu berdiri dekat amplifier pada suatu konser. Perasaan kesal akibat diganggu serangga tadi berkurang, dan sekarang ketakutanku bertambah, karena mendengar dengungan itu lagi. Ketika aku mencapai daun pintu serangga serangga tadi telah hilang sepenuhnya, tapi aku masih tidak bisa membuka pintu itu. Aku tau jika aku melepaskan tanganku, serangga serangga tersebut akan kembali mengerubungiku, dan aku tau aku tidak mau kembali ke ruangan 4. Aku hanya berdiri terpaku di depan pintu, kepalaku menekan pintu bertuliskan nomor 6 tersebut, dan tanganku dengan gemetar membuka pintu itu. Dengungan tadi sangatlah keras, aku bahkan tidak bisa mendengar suara yang dibuat pikiranku sendiri. Tak ada yang bisa kuperbuat selain terus maju. Ruangan 6 adalah ruangan berikutnya, dan ruangan tersebut adalah neraka.

Aku menutup pintu di belakangku, mataku kupejamkan, dan telingaku bordering. Dengungan itu mengerumuniku. Dan ketika pintunya terkunci, dengungan itu menghilang. Ketika aku membuka mataku, aku terkejut, pintu yang barusan kututup, menghilang. Dan sekarang didepanku adalah dinding. Aku melihat sekitar dengan shock. Ruangan 6 sama persis dengan ruangan 3. Lampu dan kursi yang sama, tapi kali ini, hanya ada bayangan kursi. Perbedaannya hanyalah disini tidak ada pintu keluar, begitu juga tidak ada pintu masuk. Seperti yang kusebutkan tadi, aku tidak punya masalah kejiwaan, tapi saat itu, aku tau apa itu kegilaan. Aku tidak menjerit. Aku tidak mengeluarkan suara. Aku hanya terdiam.

Pertama, aku menggaruk dinding tersebut. Ternyata dindingnya memang keras, tapi aku tau, pasti ada pintu lagi disini disuatu tempat. Pasti ada, aku tau itu. Aku kembali menggaruk dinding tersebut, kali ini dimana daun pintu di pintu masuk itu berada. Aku mencakar dinding itu dengan liar, sampai kukuku lepas dari jariku, dan darah berceceran di jariku. Aku terjatuh dilututku. Suara yang ada hanyalah suaraku tadi ketika aku mencakar dinding itu. Aku tau pintu itu ada disana. Aku tau itu. Andai saja aku tau caranya untuk melewati dinding –

“apa kau baik baik saja?”

Aku meloncat kaget, dan langsung berbalik dan punggungku menekan dinding di belakangku dan aku melihat apa yang berbicara kepadaku; sampai sekarang, aku masih menyesal kenapa aku harus berbalik waktu itu..

Ada seorang anak kecil. Dia memakai baju putih terusan hingga ke tumitnya. Dia punya rambut pirang yang panjang, kulit putih, dan bermata biru. Itu merupakan hal yang paling menakutkan yang pernah aku lihat, dan aku tau bahwa tidak ada satu hal pun yang lebih menakutkan daripada gadis ini. Ketika aku menatapnya, aku melihat hal lain. Di tempat dimana ia berdiri, aku melihat sesuatu yang seperti tubuh manusia, hanya saja “manusia” itu lebih besar dari orang bisa dan tubuhnya penuh dengan bulu bulu. Dia telanjang bulat, tapi kepalanya bukan manusia dan kakinya adalah kaki kuda. Itu bukanlah sang iblis, tapi pada saat itu, mungkin dia adalah sang iblis. Kepalanya seperti kambing dan hidung dan mulut seperti serigala.

Ini sangatlah menakutkan, aku belum pernah merasa ketakutan seperti ini sebelumnya, rasa takut ini melebihi daripada rasa takutku di ruangan 4 tadi. Aku hanya berdiri disitu. Menatap kepada apapun yang berbicara padaku saat ini. Tidak ada jalan keluar. Aku terperangkap dengan kedua iblis ini. Dan kemudian, gadis itu berbicara lagi.

“kau seharusnya mendengarkan temanmu, David.”

Ketika gadis itu berbicara, aku mendengar suara anak kecil tersebut, namun di pikiranku, aku mendengar suara si Iblis itu, dengan suara yang tak bisa ku deskripsikan. Tidak ada suara lain. Tapi suara itu teteplah mengulang ulang kalimat itu dan di dalam pikiranku, aku setuju. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku hampir saja gila, tapi aku tak bisa mengalihkan pandanganku dari 2 iblis tersebut. Aku terjatuh. Aku pikir aku telah pingsan. Namun ruangan ini tidak membiarkanku pingsan. Aku hanya ingin hal ini berakhir. Iblis itu telah berpindah, sekarang dia ada disampingku, menatapku dengan matanya yang merah.

Tapi aku berpikir, aku bisa menemukan jalan keluarnya. Ruangan ini hanyalah ruangan kecil, aku bisa menemukannya dalam waktu singkat, tapi suara kedua iblis itu seperti mengejekku, suara itu semakin keras dan mengeras. Aku tak punya pilihan lain. Aku harus bangun. Saat itulah aku mengangkat diriku sendiri dan mulai mencari.

Kemudian aku mengalami hal yang tak bisa kupercaya. Iblis yang berbentuk manusia itu kembali pindah, sekarang, dia tepat di belakangku. Berbisik kepadaku, bahwa seharusnya aku tak pernah datang kemari. Aku merasakan nafasnya di leher belakangku, tapi aku menolak untuk berbalik. Aku terlalu takut, sesaat kemudian aku menyadari, di depanku terdapat pintu bertuliskan angka 7.

Aku langsung melompat kedepan, dan membuka pintu tersebut..

to be continued.. (again)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar