Tidak
ada apa apa. Aku tidak melihat apapun di ruangan ini. Kemudian
ruangannya kembali gelap dan dengungan itu berubah menjadi suara
berdecit yang sangat keras. Aku berteriak protes; aku tidak bisa
mendengar suara ini lagi. Aku mundur kebelakang, menghindar dari
suara-suara tersebut dan menabrak daun pintu, aku berbalik dan jatuh ke ruangan 5.
Sebelum aku mendeskripsikan ruangan 5, kau harus mengerti sesuatu. Aku
bukanlah pecandu narkoba. Aku belum pernah mempunyai sejarah berurusan
dengan narkoba, halusinasiku waktu kecil yang aku sebutkan tadi, bukan
berasal dari narkoba, itu hanya ketika aku sangat lelah, atau ketika
bangun tidur. Dan aku masuk ke NoEnd House ini dengan kesadaran penuh.
Setelah jatuh dari ruangan sebelumnya, aku terjerembab dengan
punggungku lebih dulu, yang menyebabkan aku melihat ke langitlangit
ruangan ini. yang aku lihat selanjutnya tidak lah menakutiku, tapi
mengejutkanku. Pohon pohon tumbuh di dalam ruangan, pohon pohon itu
sangatlah tinggi, langit langit ruangan ini lebih tinggi daripada yang
lain, yang membuatku berpikir mungkin ini adalah pusat dari rumah ini.
Aku berdiri, membersihkan badanku dari debu dan tanah, dan melihat ke
sekitar. Ini memang merupakan ruangan yang paling besar dari pada yang
lain. Aku bahkan tak bisa melihat pintu keluar dari ruangan ini, karena
terhalangi oleh berbagai macam pohon dan tanaman di ruangan ini.
Dari sekarang, aku menyadari bahwa ruangan ruangan berikutnya akan
bertambah mengerikan, tapi dibandingkan dengan ruangan yang lalu, ini
adalah surga. Dan aku menyimpulkan bahwa apapun yang membuat suara
dengungan di ruang 4 tadi, akan tetap disana. Ternyata aku salah..
Ketika aku berjalan lebih dalam menuju tengah ruangan, aku mulai
mendengar hal yang seseorang biasanya mereka dengar di dalam hutan,
suara kicauan, cicitan, dan terkadang terdengar kepakan sayap yang
mungkin menjadi satu satunya temanku di ruangan ini. Dan hal itu lah
yang membuatku terganggu. Aku mendengar ada suara jangkrik, kumbang dan
hewan hewan lain diruangan ini, tapi aku tidak melihat satu pun di
ruangan ini. Aku mulai berpikir seberapa besar rumah ini sebenarnya.
Dari luar, rumah ini terlihat seperti rumah biasa. Yah mungkin ada sisi
yang terlihat besar, tapi diruangan ini penuh dengan tanaman &
pohon, seperti suatu hutan dimasukkan ke ruangan ini. Hal yang aku tau
hanyalah, lantai ruangan ini sama seperti yang sebelumnya, yaitu lantai
kayu.
Aku terus berjalan, sambil berharap pohon yang akan
kulewati selanjutnya akan menjadi pohon terakhir dan disampingnya akan
ada pintu. Setelah berjalan cukup lama, aku merasa ada nyamuk terbang ke
lenganku, tapi aku menghalaunya dan terus maju. Beberapa detik
kemudian, aku merasa ada 10 nyamuk yang menempel di kulitku di tempat
yang berbeda, ada yang menempel di lenganku, kakiku, bahkan ada yang
menempel di wajahku. Aku memukul mukul dengan liar tapi mereka tetap
menempel di kulitku. Aku melihat kebawah, dan berteriak – sejujurnya,
itu rengekan. Aku tidak melihat satupun nyamuk di badanku, tapi aku bisa
merasakan mereka menempel di kulitku. Aku mendengar mereka mendengung,
dan aku merasakan mereka mengigitku, tapi aku tetap tak bisa melihat
mereka. Aku menjatuhkan diri ke lantai dan berguling guling dengan liar.
Aku putus asa. Aku membenci serangga, apalagi yang tak bisa kau lihat
dan kau sentuh, tapi serangga serangga ini bisa menggigit ku dan
menyentuhku.
Aku mulai merangkak, aku tidak tau kemana aku akan
pergi. Pintu masuk sudah tak terlihat lagi, bergitu pula pintu
keluarnya, aku belum melihatnya. Jadi aku hanya merangkak, seketika itu
juga, aku merasakan serangga serangga “hantu” itu bertambah, dan
menempel di kulitku. Setelah sekitar berjam-jam. Aku menemukan pintu
keluarnya. Aku menggapai pohon terdekat dan langsung berdiri, dan tanpa
pikir panjang, aku langsung memukul-mukal badanku untuk menghalau
serangga serangga itu. Aku mencoba berlari, tapi tak bisa; badanku lelah
karena merangkak tadi dan karena tadi berurusan pada apapun tadi yang
menempel di kulitku. Aku berjalan dengan gemetar menuju pintu. Sambil
menggenggam tiap pohon sebagai pembantu untuk berjalan.
Ketika
aku hampir sampai ke pintu keluar, aku mendengar suara dengungan lagi.
Suara itu berasal dari ruangan selanjutnya, dan suara itu lebih keras.
Aku hampir bisa merasakannya dalam tubuhku, seperti ketika kamu berdiri
dekat amplifier pada suatu konser. Perasaan kesal akibat diganggu
serangga tadi berkurang, dan sekarang ketakutanku bertambah, karena
mendengar dengungan itu lagi. Ketika aku mencapai daun pintu serangga
serangga tadi telah hilang sepenuhnya, tapi aku masih tidak bisa
membuka pintu itu. Aku tau jika aku melepaskan tanganku, serangga
serangga tersebut akan kembali mengerubungiku, dan aku tau aku tidak mau
kembali ke ruangan 4. Aku hanya berdiri terpaku di depan pintu,
kepalaku menekan pintu bertuliskan nomor 6 tersebut, dan tanganku dengan
gemetar membuka pintu itu. Dengungan tadi sangatlah keras, aku bahkan
tidak bisa mendengar suara yang dibuat pikiranku sendiri. Tak ada yang
bisa kuperbuat selain terus maju. Ruangan 6 adalah ruangan berikutnya,
dan ruangan tersebut adalah neraka.
Aku menutup pintu di
belakangku, mataku kupejamkan, dan telingaku bordering. Dengungan itu
mengerumuniku. Dan ketika pintunya terkunci, dengungan itu menghilang.
Ketika aku membuka mataku, aku terkejut, pintu yang barusan kututup,
menghilang. Dan sekarang didepanku adalah dinding. Aku melihat sekitar
dengan shock. Ruangan 6 sama persis dengan ruangan 3. Lampu dan kursi
yang sama, tapi kali ini, hanya ada bayangan kursi. Perbedaannya
hanyalah disini tidak ada pintu keluar, begitu juga tidak ada pintu
masuk. Seperti yang kusebutkan tadi, aku tidak punya masalah kejiwaan,
tapi saat itu, aku tau apa itu kegilaan. Aku tidak menjerit. Aku tidak
mengeluarkan suara. Aku hanya terdiam.
Pertama, aku menggaruk
dinding tersebut. Ternyata dindingnya memang keras, tapi aku tau, pasti
ada pintu lagi disini disuatu tempat. Pasti ada, aku tau itu. Aku
kembali menggaruk dinding tersebut, kali ini dimana daun pintu di pintu
masuk itu berada. Aku mencakar dinding itu dengan liar, sampai kukuku
lepas dari jariku, dan darah berceceran di jariku. Aku terjatuh
dilututku. Suara yang ada hanyalah suaraku tadi ketika aku mencakar
dinding itu. Aku tau pintu itu ada disana. Aku tau itu. Andai saja aku
tau caranya untuk melewati dinding –
“apa kau baik baik saja?”
Aku meloncat kaget, dan langsung berbalik dan punggungku menekan
dinding di belakangku dan aku melihat apa yang berbicara kepadaku;
sampai sekarang, aku masih menyesal kenapa aku harus berbalik waktu
itu..
Ada seorang anak kecil. Dia memakai baju putih terusan
hingga ke tumitnya. Dia punya rambut pirang yang panjang, kulit putih,
dan bermata biru. Itu merupakan hal yang paling menakutkan yang pernah
aku lihat, dan aku tau bahwa tidak ada satu hal pun yang lebih
menakutkan daripada gadis ini. Ketika aku menatapnya, aku melihat hal
lain. Di tempat dimana ia berdiri, aku melihat sesuatu yang seperti
tubuh manusia, hanya saja “manusia” itu lebih besar dari orang bisa dan
tubuhnya penuh dengan bulu bulu. Dia telanjang bulat, tapi kepalanya
bukan manusia dan kakinya adalah kaki kuda. Itu bukanlah sang iblis,
tapi pada saat itu, mungkin dia adalah sang iblis. Kepalanya seperti
kambing dan hidung dan mulut seperti serigala.
Ini sangatlah
menakutkan, aku belum pernah merasa ketakutan seperti ini sebelumnya,
rasa takut ini melebihi daripada rasa takutku di ruangan 4 tadi. Aku
hanya berdiri disitu. Menatap kepada apapun yang berbicara padaku saat
ini. Tidak ada jalan keluar. Aku terperangkap dengan kedua iblis ini.
Dan kemudian, gadis itu berbicara lagi.
“kau seharusnya mendengarkan temanmu, David.”
Ketika gadis itu berbicara, aku mendengar suara anak kecil tersebut,
namun di pikiranku, aku mendengar suara si Iblis itu, dengan suara yang
tak bisa ku deskripsikan. Tidak ada suara lain. Tapi suara itu teteplah
mengulang ulang kalimat itu dan di dalam pikiranku, aku setuju. Aku tak
tahu apa yang harus kulakukan. Aku hampir saja gila, tapi aku tak bisa
mengalihkan pandanganku dari 2 iblis tersebut. Aku terjatuh. Aku pikir
aku telah pingsan. Namun ruangan ini tidak membiarkanku pingsan. Aku
hanya ingin hal ini berakhir. Iblis itu telah berpindah, sekarang dia
ada disampingku, menatapku dengan matanya yang merah.
Tapi aku
berpikir, aku bisa menemukan jalan keluarnya. Ruangan ini hanyalah
ruangan kecil, aku bisa menemukannya dalam waktu singkat, tapi suara
kedua iblis itu seperti mengejekku, suara itu semakin keras dan
mengeras. Aku tak punya pilihan lain. Aku harus bangun. Saat itulah aku
mengangkat diriku sendiri dan mulai mencari.
Kemudian aku
mengalami hal yang tak bisa kupercaya. Iblis yang berbentuk manusia itu
kembali pindah, sekarang, dia tepat di belakangku. Berbisik kepadaku,
bahwa seharusnya aku tak pernah datang kemari. Aku merasakan nafasnya di
leher belakangku, tapi aku menolak untuk berbalik. Aku terlalu takut,
sesaat kemudian aku menyadari, di depanku terdapat pintu bertuliskan
angka 7.
Aku langsung melompat kedepan, dan membuka pintu tersebut..
to be continued.. (again)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar