Aku
kini hanya tinggal berdua dengan kakakku Erika sejak kedua orang tua
kami ditemukan meninggal dengan misterius, dengan kondisi yang
mengerikan, mayat mereka penuh dikerumuni dengan kecoak.
Para
tetanggaku pun enggan bertamu ke rumahku sejak kejadian itu, bahkan kini
di tiap sudut rumahku selalu kujumpai segerombolan kecoak yang tiap
kali aku berusaha membunuh mereka, kakakku selalu datang
dan mencegahku
untuk melakukan itu,"Jangan lakukan itu Regina, biarkan makhluk-makhluk
mungil itu hidup, kau tak mau mereka akan membalas perbuatanmu suatu
hari nanti kan?", begitulah yang dia selalu katakan padaku.
Kakakku memang memiliki hobi yang aneh, dia amat menyukai serangga.
Aku teringat dulu saat dia memelihara belasan kelabang di kamarnya,
orang tuaku amat marah terutama ayahku waktu itu, dia sangat marah dan
mengancam akan membakar kamarnya kalau dia tidak membuang semua
peliharaannya yang menjijikkan itu, dan kini sejak mereka meninggal,
kakakku justru semakin gila dengan hobinya itu, dia mulai mengganggap
kecoak-kecoak yang berada di rumahku adalah peliharaannya yang tak boleh
dibunuh, bahkan dia menganggap mereka sebagai anak-anaknya sendiri,
kurasa dia betul-betul mulai kehilangan akal sehatnya.
Hari itu
sepulang sekolah, aku yang merasa amat lelah segera memasuki kamarku
dan segera membanting diriku di atas kasurku yang empuk, mendadak aku
merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di bawah punggungku.
Langsung saja aku berdiri dan kulihat ada kerumunan kecoak di atas
kasurku, pantas saja aku tak melihatnya, warna spraiku menyamarkan
mereka yang sama-sama berwarna gelap.
Langsung saja kuambil kaleng obat serangga yang ada di sudut kamarku dan kusemprotkan kearah makhluk-makhluk menjijikkan itu.
Aku nampak tersenyum puas saat melihat mereka menggeliat sekarat di
atas kasurku, akan tetapi baru saja saat aku melangkah untuk
membersihkan bangkai mereka, ada ratusan kecoak lagi yang mendadak
keluar dari sela-sela dinding dan dari kolong ranjangku.
Aku yang mulai merasa ketakutan langsung saja menyemproti mereka dengan obat serangga yang masih kupegang dari tadi.
Anehnya saat aku menyemprot mereka, selalu saja ada gerombolan kecoak
lain yang keluar, dan saat obat serangga yang kupegang sudah habis, aku
langsung berlari keluar dari kamarku dan mendapati sebuah pemandangan
mengerikan yang belum pernah kusaksikan seumur hidupku.
Aku
melihat ada ratusan kecoak merayap di seluruh ruang tamu rumahku, entah
kali ini jumlah mereka sangat banyak dari yang biasa kulihat setiap
harinya, bahkan mereka merayapi hampir seluruh lantai ruang tamuku,
darimana mereka semua berasal? Tiba-tiba saja sebagian besar dari mereka
beterbangan menuju ke arahku dan dalam hitungan detik tubuhku sudah
penuh dihinggapi oleh mereka.
Aku mulai panik dan berusaha mengibas-ngibaskan tubuhku untuk mengusir mereka semua.
Aku berusaha berlari keluar untuk meminta tolong dan ketika aku
berlari, aku dapat merasakan kakiku menginjak-injak tubuh lunak mereka
di lantai namun perasaan jijik itu tak kuhiraukan dan tetap berlari.
Aku amat terkejut saat mengetahui bahwa seluruh rumahku kini dipenuhi
oleh mereka dan mereka bergerombol menutupi pintu masuk seakan mereka
tak akan membiarkanku keluar dari rumah ini.
Saat aku hendak
berlari menuju ke arah dapur, mendadak aku menabrak seseorang di koridor
yang ternyata adalah kakakku,"Mau kemana kau Regina, bukankah kau sudah
kuperingatkan sebelumnya untuk tidak menyakiti mereka, dan sekarang
lihat, mereka semua marah padamu karena kau telah membunuh
saudara-saudara mereka", kakakku berkata dengan nada tinggi yang
membuatku makin ketakutan, "Ma-maafkan aku kak, tolong usir mereka semua
karena mereka sudah membuatku ketakutan", aku mengatakannya dengan
ritme nafas yang tak beraturan karena terlalu ketakutan,"Maaf? Semudah
itukah kau mengatakannya setelah membunuh mereka? Dulu ayah dan ibu
sudah melakukannya dan kau tahu? Tak ada yang bisa dimaafkan dari
mereka", dia lalu berjalan mendekatiku.
Detak jantungku seakan
berhenti saat dia mengatakan kalau dialah penyebab kematian orang tuaku,
aku sungguh tak menduganya, dia benar-benar gila.
Tiba-tiba
saja dia mendorongku dengan kuat hingga aku terjatuh terlentang ke
lantai yang dipenuhi dengan kecoak, "Bruk...!!", Lalu dia duduk menindih
tubuhku, dan kulihat ekspresinya kini tersenyum sinis padaku, sebuah
senyuman jahat yang membuatku meronta-ronta ingin melarikan diri, akan
tetapi dia cukup kuat untuk menahan pergerakan tubuhku dan aku tak
berkutik, "Kenapa kau meronta Regina? kau takut setelah apa yang kau
lakukan pada hewan yang kau sebut menjijikkan itu? ketahuilah bahwa
mereka juga merasakan ketakutan yang sama dengan yang kau rasakan saat
ini, dan sekarang kurasa sudah saatnya kau menemui ayah dan ibu, kau
merindukan mereka bukan? dan aku pun ingin hidup tenang bersama
anak-anakku yang manis ini, disini tanpa gangguan dari orang-orang
berhati kejam seperti ayah dan ibu dan juga dirimu", dia setengah
berteriak saat mengatakannya padaku.
Dia lalu memposisikan wajahnya tepat diatas wajahku dan membuka mulutnya seakan hendak memuntahkan sesuatu.
Benar saja, tiba-tiba dia memuntahkan puluhan ekor kecoak hidup tepat
di wajahku, dan kurasakan kecoa-kecoa itu berebut berusaha memasuki
mulutku, dan aku merasakan mereka bergerak masuk melewati kerongkonganku
dan memenuhi paru-paruku hingga kurasakan nafasku semakin sesak dan
pandanganku mulai kabur serta aku mulai kehilangan kesadaran, satu hal
yang terakhir kulihat adalah kakakku kini tersenyum manis padaku sambil
membisikkan kata-kata terakhir yang kudengar,"Selamat tinggal adikku,
kau tak perlu takut lagi sekarang, karena mereka akan menemanimu sampai
di lubang peristirahatan terakhirmu..."
End.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar