Minggu, 05 Juni 2016

Tracheotomy

article-2431813-1843370300000578-406_628x486 
Aku ingat melihat pria yang berada di meja makan jatuh karena tersedak. Seorang wanita segera berdiri dan lari ke arahnya, mencoba menolongnya. Begitu pula para pelayan restoran. Sementara pengunjung yang lain, termasuk aku, hanya bisa berdiri dan menanti dengan cemas.
Dengan panik, wanita itu membaringkan pria itu di lantai. Lelaki itu masih keliatan tercekik, tak mampu
bernapas.
Ia segera mengambil sedotan dan sebilah pisau dari atas meja.
“Pak,” kata wanita itu dengan suara tegas, namun tenang, “Saya harus melakukan trakeotomi darurat untuk menyelamatkan anda!’
Dengan gerakan yang halus dan cekatan, ia menyayat leher lelaki itu menaruh jarinya di luka itu untuk membuatnya tetap terbuka. Darah tentu saja segera merembes keluar, namun tak banyak. Aku mendengar wanita itu bergumam bahwa ia sudah menemukan suatu membran dan langsung menacapkan sedotan itu tepat ke atas luka tersebut.
Aku mungkin bukan dokter seperti wanita itu, namun aku tahu teori yang melandasi trakeotomi. Sedotan itu akan berfungsi sebagai lubang ventilasi sehingga udara tetap bisa masuk lewat saluran pernapasannya dan masuk ke paru-paru. Tentu itu akan menyelamatkan nyawanya.
Seperti orang-orang lain, aku hanya bisa mematung, sekaligus kagum pada tindakan cekatan wanita itu.
Namun tak ada satupun yang siap melihat adegan selanjutnya, ketika wanita itu mulai menghisap darah pria dari sedotan itu .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar