Aku
ingat melihat pria yang berada di meja makan jatuh karena tersedak.
Seorang wanita segera berdiri dan lari ke arahnya, mencoba menolongnya.
Begitu pula para pelayan restoran. Sementara pengunjung yang lain,
termasuk aku, hanya bisa berdiri dan menanti dengan cemas.
Dengan panik, wanita itu membaringkan pria itu di lantai. Lelaki itu masih keliatan tercekik, tak mampu
bernapas.
Ia segera mengambil sedotan dan sebilah pisau dari atas meja.
“Pak,” kata wanita itu dengan suara tegas, namun tenang, “Saya harus melakukan trakeotomi darurat untuk menyelamatkan anda!’
Dengan
gerakan yang halus dan cekatan, ia menyayat leher lelaki itu menaruh
jarinya di luka itu untuk membuatnya tetap terbuka. Darah tentu saja
segera merembes keluar, namun tak banyak. Aku mendengar wanita itu
bergumam bahwa ia sudah menemukan suatu membran dan langsung menacapkan
sedotan itu tepat ke atas luka tersebut.
Aku mungkin bukan
dokter seperti wanita itu, namun aku tahu teori yang melandasi
trakeotomi. Sedotan itu akan berfungsi sebagai lubang ventilasi sehingga
udara tetap bisa masuk lewat saluran pernapasannya dan masuk ke
paru-paru. Tentu itu akan menyelamatkan nyawanya.
Seperti orang-orang lain, aku hanya bisa mematung, sekaligus kagum pada tindakan cekatan wanita itu.
Namun tak ada satupun yang siap melihat adegan selanjutnya, ketika wanita itu mulai menghisap darah pria dari sedotan itu .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar